BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.[1] Meskipun demikian masih banyak juga orang yang belum berkesempatan untuk bisa bekerja atau bahkan memilih keluar dari perusahaan, dengan alasan kesulitan mengikuti sistem perusahaan yang cenderungan terlalu memberatkan pekerja. Seperti besarnya upah ataupun lamanya masa kerja yang cenderung merugikan pihak pekerja.
Permasalahan yang terjadi baru-baru ini adalah mengenai Perusahaan rambut palsu (wig) dan bulu mata di Purbalingga yang kesulitan mencari pekerja wanita. Komisi C DPRD Kabupaten Purbalingga menilai sulitnya perusahaan mencari pekerja wanita bukan karena jumlah tenaga kerja mulai berkurang. Namun, kesulitan ini cenderung karena sistem perusahaan terlalu memberatkan pekerja. Sehingga, sebagian warga kurang tertarik bekerja pada perusahaan rambut palsu dan bulu mata. Masih banyak ibu-ibu muda yang menganggur. Hal ini menunjukkan kurang tertariknya warga karena ada penilaian bahwa bekerja di perusahaan rambut palsu sampai malam hari. Sementara mereka memiliki kewajiban sebagai ibu rumah tangga yang seharusnya melayani anak dan suami di rumah. Kebanyakan dari mereka tidak diperbolehkan suami karena bekerja sampai malam hari.
Keadaan yang semacam ini tentu menjadikan perbenturan kepentingan antara pihak perusahaan dan pihak pekerja. Pihak Perusahaan ingin kepentingan untuk memperoleh keuntungan terpenuhi, demikian juga dengan pihak pekerja yang ingin mendapatkan perlindungan hukumnya. Kalau tidak terpenuhi, berhenti bekerja adalah jalan keluar yang akan mereka tempuh.
Dalam memutuskan pekerjaan yang diinginkan, tenaga kerja dihadapi pilihan yang kompleks, apakah akan menjadi pekerja di perusahaan lain atau berusaha membuka lapangan kerja sendiri/berkelompok di wilayah tempat tinggalnya. Belum lagi dalam mencari pekerjaan tenaga kerja harus bersaing dengan tenaga kerja lainnya dengan berbagai karakteristik yang berbeda. Kondisi ini memperlihatkan semakin tingginya tekanan dalam pasar tenaga kerja. Dalam proses pembangunan seharusnya proporsi tenaga kerja yang bekerja pada status kerja upahan semakin lama semakin besar, dengan anggapan tenaga kerja upahan menerima upah lebih pasti dibandingkan dengan tenaga kerja mandiri.
B. Rumusan Masalah
Apa yang menyebabkan Perusahaan Rambut Palsu di Purbalingga mengalami kesulitan dalam mencari pekerja wanita ? Dan apa solusinya ?
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian-pengertian[2]
1. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja (pasal 1 angka 1).
2. Tenaga Kerja
Tenaga Kerja adalah tiap-tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (pasal 1 angka 2)
3. Pekerja/pekerja
Pekerja/pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 3)
4. Pemberi kerja
Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 4)
5. Pengusaha
Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan hukum miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. (Pasal 1 angka 5)
6. Perusahaan
Perusahan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 angka 6)
B. Perjanjian Kerja
v Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.[3]
v Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja, yaitu :[4]
1) Adanya unsur work atau pekerjaan
2) Adanya unsur perintah
3) Adanya Upah
v Syarat sahnya Perjanjian Kerja, yaitu :[5]
1) Kesepakatan kedua belah pihak
2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
v Bentuk dan jangka waktu Perjanjian Kerja, yaitu :
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis.[6] Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tertentu.[7]
v Kewajiban Para pihak dalam Perjanjian Kerja[8]
a. Kewajiban Buruh/Pekerja
1) Buruh/Pekerja wajib melakukan pekerjaan,
2) Buruh/Pekerja wajib menaati aturan dan petunjuk majikan/ pengusaha,
3) Kewajiban membayar ganti rugi dan denda.
b. Kewajiban Pengusaha
1) Kewajiban membayar upah
2) Kewajiban memberikan istirahat/cuti
3) Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan
4) Kewajiban memberikan surat keterangan
BAB III ANALISIS
Keberadaan pabrik wig dan bulu mata palsu mulai ada di Purbalingga sejak awal tahun 1980, dan belakangan terus bertambah jumlahnya. Saat ini terdapat 18 perusahaan asing yang sebagian besar dari Korea, dan 14 perusahaan lokal. Tenaga kerja yang terserap di perusahaan asing maupun lokal mencapai hampir 50 ribu tenaga kerja, di mana 90 persen diantaranya adalah wanita.
Jumlah tenaga kerja wanita yang terserap pada perusahaan rambut palsu sekitar 33.280 orang. Dari jumlah itu 80 % merupakan warga Purbalingga. Ini menegaskan bahwa Purbalingga tidak kekurangan tenaga kerja wanita.
Sekarang ini perusahaan cenderung mengalami kesulitan mencari tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja wanita sekarang semakin berkurang. Sementara kapasitas produksi sekarang ini terus meningkat. Ini yang kemudian muncul anggapan bahwa Purbalingga kini cenderung kekurangan tenaga kerja wanita. Kekurangan ini karena penyerapan tenaga kerja wanita sangat banyak. Hampir 85 % pekerja wanita dari Purbalingga, selebihnya merupakan tenaga kerja dari luar daerah.
Selain mengeluhkan sulitnya mendapat tenaga kerja terampil, dalam hal ini perusahaan juga menyayangkan terjadinya praktek 'loncat kerja' para karyawan. Pasca lebaran biasanya terjadi gelombang pekerja yang ke luar masuk perusahaan rambut. Hal itu diduga karena adanya iming-iming penghasilan yang lebih menjanjikan dari perusahaan lain.
Menurut Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Purbalingga kebutuhan tenaga kerja terampil di beberapa perusahaan penanaman modal asing (PMA) di Purbalingga belum dapat tercukupi. Salah satu indikator dari kurangnya tenaga kerja adalah dengan banyaknya spanduk lowongan kerja yang dipasang hingga pelosok desa.
Indikator lain adalah dengan bertambahnya pendirian perusahaan rambut palsu. Pada tahun 2010 jumlah perusahaan rambut palsu adalah 26 unit, tetapi pada tahun 2011 bertambah menjadi 31 unit. Perusahaan itu milik PMA dan PMDN. Setiap perusahaan membutuhkan tenaga kerja ribuan orang untuk bekerja pada bagian produksi.
Ketika individu memutuskan untuk menjadi pekerja penerima upah (wage/salary workers) atau membuka lapangan kerja sendiri (self employed workers), maka ada dua faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, etnis, kemampuan berbahasa, status kependudukan, serta karakteristik individual lainnya. Sedangkan faktor eksternal berasal dari karakteristik diluar diri individu seperti kondisi perekonomian suatu negara, jumlah pengangguran, keterbatasan lapangan kerja dan lain sebagainya (Fairlie dan Meyer, 1994).
Karakteristik individu juga dapat dibedakan atas 2 yaitu aspek psikologi dan aspek non psikologi. Yang termasuk aspek psikologi adalah sifat-sifat kemandirian yang dimiliki individu seperti motivasi, keinginan untuk kemerdekaan diri dan lain-lain. Sedangkan aspek non psikologi antara lain keturunan dan lingkungan sosialnya.[9]
SOLUSI
Untuk mengurai permasalahan ini perusahaan seharusnya membenahi sistemnya. Seperti manajemen perusahaan yang menyangkut tentang jam kerja, penerapan gaji yang sesuai UMK, serta memenuhi hak-hak karyawan lainnya.
Kalau sistem dibenahi kami yakin banyak tenaga kerja yang lebih tertarik bekerja di perusahaan. Seperti diberitakan, Kabupaten Purbalingga kekurangan ribuan tenaga kerja wanita untuk ditempatkan di sejumlah industri rambut dan bulu mata palsu. Kekurangan ini disebabkan bertambahnya jumlah perusahaan dan meningkatnya permintaan produk untuk memenuhi pasar luar negeri.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja itu Perusahaan berharap agar Pemkab Purbalingga turut memikirkannya. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada lulusan SMA/SMK di Balai Latihan Kerja (BLK) Rambut.
1. Waktu Kerja
Dalam hal waktu kerja, Perusahaan harus mempekerjakan pekerja sesuai dengan waktu kerja yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, jika melebihi ketentuan tersebut harus dihitung/dibayar lembur. Kalau tidak, sebagian wanita juga lebih memilih bekerja dengan sistem borongan di plasma-plasma yang tersebar di wilayah pinggiran. Bekerja pada plasma tidak menentukan jam kerja, karena pekerja berdasarkan hasil produksi yang diperoleh. Mereka lebih memilih bekerja yang tidak terikat dengan perusahaan, sehingga bisa meluangkan waktu untuk keluarga.
Apabila ada waktu lembur, maka sudah seharusnya ada upah lembur yang sesuai dan layak. Cara penghitungan upah lembur telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-72/MEN/1984 tentang dasar perhitungan upah lembur yakni sebagai berikut:
1) Apabila jam kerja lembur dilakukan pada hari biasa.
· untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam.
· untuk tiap jam kerja berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua kali) upah sejam.
2) Apabila jam kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau hari raya resmi.
· untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu harus dibayar upah sedikit-dikitnya 2 (dua) kali upah sejam,
· untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari raya terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus dibayar upah sebesar 3 (tiga) kali upah sejam,
· untuk jam kerja kedua setelah 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari raya terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus dibayar upah sebesar 4 (tiga) kali upah sejam.
Upah sejam dihitung dengan rumus sebagai berikut :[10]
v upah sejam bagi pekerja bulanan 1/173 upah sebulan
v upah sejam bagi pekerja harian 2/20 upah sehari
v upah sejam bagi pekerja borongan atau satuan 1/7 rata-rata hasil kerja sehari.
Komponen upah untuk dasar perhitungan upah lembur terdiri atas :[11]
v upah pokok
v tunjangan jabatan
v tunjangan kemahalan
v nilai pemberian catu untuk karyawan sendiri
2. Penerapan gaji yang sesuai UMK
3. Memenuhi hak-hak karyawan lainnya
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis di atas maka dapatlah kita simpulkan bahwa Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Meskipun demikian masih banyak juga orang yang belum berkesempatan untuk bisa bekerja atau bahkan memilih keluar dari perusahaan, dengan alasan kesulitan mengikuti sistem perusahaan yang cenderungan terlalu memberatkan pekerja. Seperti besarnya upah ataupun lamanya masa kerja yang cenderung merugikan pihak pekerja.
Untuk mengurai permasalahan ini perusahaan seharusnya membenahi sistemnya. Seperti manajemen perusahaan yang menyangkut tentang jam kerja, penerapan gaji yang sesuai UMK, serta memenuhi hak-hak karyawan lainnya.
BAB V DAFTAR PUSTAKA
- Lalu Husni, Drs. S.H, M.Hum. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia – Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
- H. Manulang, Sandjun, S.H. 1988. Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
- UU No 13 tahun 2003 tentang KETENAGAKERJAAN
- Undang-undang 1945
[1] Pasal 28 D ayat 2 UUD 1945
[2] Menurut Pasal 1 UU No 13 tahun 2003 tentang KETENAGAKERJAAN
[3] Pasal 1 angka 14 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[4] Lalu Husni, Drs. S.H, M.Hum. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia – Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. hlm. 65-66
[5] Pasal 52 ayat 1 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[6] Pasal 54 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[7] Lalu Husni, Drs. S.H, M.Hum. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia – Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. hlm. 70
[8] Dalam KUH Perdata ketentuan mengenai kewajiban pekerja diatur dalam pasal 1603, 1603a, 1603b, dan 1603c.
[9] Cuervo, Alvaro. 2005. Individual And Environmental Determinant Of Entrepreneurship. Jurnal I International Entrepreneurship And Management Manufactured In The United State.
[10] Lalu Husni, Drs. S.H, M.Hum. 2010. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia – Edisi Revisi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. hlm. 167
[11] Ibid. hlm. 168
Agar perhitungan PPh 21 akurat dan mudah, bisa menggunakan aplikasi payroll atau aplikasi penggajian.
BalasHapus