Pengangkutan Laut di Indonesia

Senin, 16 April 2012


BAB I PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Hukum sebagai gejala sosial mengandung berbagai aspek, faset, ciri, dimensi waktu dan ruang, serta tatanan abstraksi yang majemuk. Karena itu, hukum dapat dikaji dan dipelajari secara rasional-sistematikal-metodikal dari berbagai sudut pandang dan pendekatan. Dari pengkajian tersebut terbentuklah sebuah disiplin ilmiah yang objeknya adalah hukum. Keseluruhan disiplin ilmiah tersebut dapat disebut dengan istilah, yaitu Disiplin Ilmiah tentang Hukum (sciences concerned with law, Radbruch), atau Ilmu-ilmu Hukum (Mochtar Kusumaatmadja) atau Pengembanan Hukum Teoritikal (theoretische rechtsbeofening, Meuwissen). Istilah-istilah tersebut menunjukkan pada kegiatan akal budi untuk secara ilmiah rasional-sistematikal-metodikal dan terus menerus) berupaya untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum dan penguasaan intelektual atas hukum.[1]
Menurut Surojo Wignodipuro, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturn-peraturan tersebut berakibat suatu tindakan. Hukum itu sendiri melingkupi berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari. Yang sistem pengaturan dan pelaksanaannya ada yang memiliki kesamaan dan adapula yang memiliki perbedaan.
Sebagai contoh di bidang Pengangkutan. Hukum pengangkutan merupakan bagian dari hukum dagang (perusahaan) dan hukum dagang (perusahaan) termasuk dalam bidang hukum keperdataan. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, bidang hukum keperdataan adalah sub-sistem tata hukum nasional. Jadi, hukum dagang (perusahaan) termasuk dalam sus-sistem tata hukum nasional. Asas-asas tata hukum nasional adalah juga asas-asas hukum pengangkutan.[2]
Hukum Pengangkutan sendiri terdiri dari sub-bidang yaitu Hukum Pengangkutan Darat, Hukum Pengangkutan Laut, dan Hukum Pengangkutan Udara. Namun kali ini kami selaku penulis akan mencoba membahas lebih khusus tentang Hukum Pengangkutan Laut.

B.       Tujuan
Selain sebagai pemenuhan terhadap tugas akhir mata kuliah Hukum Pengangkutan, adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

  1. 1.1.        Untuk Mengetahui Dasar Hukum Pengangkutan Laut
  2. 1.1.    Untuk Mengetahui Pelayaran Yang Ada Di Indonesia
  3. 1.1     Untuk Mengetahui Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Pengangkutan Laut
  4. 1.1     Untuk Mengetahui Macam-Macam Perjanjian Pengangkutan Laut
  5. 1.1     Untuk mengetahui jenis-jenis usaha pengangkutan laut
  6. 1.1.    Untuk mengetahui sarana dan prasarana dalam pelayaran
  7. 1.1.  Untuk mengetahui tentang Bill of Ladding (Konosemen) dan dokumen lain yang terkait di dalam pelayaran
  8. 1.1.    Untuk mengetahui peran nahkoda dan ABK dalam pelayaran
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.      Pengertian dan Pengaturan tentang Pengangkutan
Menurut arti katanya pengangkutan berasal dari kata dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke tempat lain.[3]
Dengan demikian, Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan.
Pengangkutan adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai faktor seperti diuraikan berikut ini :[4]
1.    Keadaan geografis Indonesia
Keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui Negara dapat dijangkau. Adanya tiga jalur pengangkutan ini mendorong penggunaan alat pengangkutan modern yang digerakkan secara mekanik.
2.    Menunjang pembangunan berbagai sektor
Kemajuan bidang pengangkutan terutama yang digerakkan secara mekanik akan menunjang pembangunan di berbagai sektor, misalnya :
Sektor Perhubungan, pengangkutan memperlancar arus manusia, barang, jasa, informasi ke seluruh penjuru tanah air ;
Sektor Pariwisata, pengangkutan memungkinkan para wisatawan men-jangkau berbagai objek wisata yang berarti pemasukan devisa bagi Negara ; sektor perdagangan, pengangkutan mempercepat penyeberangan perdagangan barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pembangunan sampai ke seluruh pelosok tanah air ;
Sektor Pendidikan, pengangkutan menunjang penyebaran sarana pendidikan dan tenaga kependidikan ke seluruh daerah dan mobilitas penyeleng-garaan pendidikan ; dan demikian juga sektor-sektor lainnya.
3.    Keselarasan antara kehidupan kota dan desa
Banyaknya penggunaan jasa pengangkutan oleh masyarakat memberi dampak pada pembangunan pedesaan berupa keselarasan antara kehidupan kota dan desa. Keselarasan tersebut dapat terjadi karena arus informasi timbal balik antara kota dan desa, sehingga perkembangan tingkat berfikir dan kemauan meningkatkan keahlian dan keterampilan warga desa dapat tumbuh lebih cepat. Kemajuan bidang pengangkutan memungkinkan penyediaan lapangan kerja berkembang dari kota dan desa. Hal ini akan mencegah terjadi arus urbanisasi karena untuk mencari kerja warga desa tidak harus pindah ke kota.
4.    Pengembangan ilmu dan teknologi
Kemajuan bidang pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan pengangkutan. Sesuai tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang diciptakan sebagai kebiasaan dalam pengangkutan. Pengembangan teknologi pengangkutan tergantung juga dari kemajuan bidang pengangkutan yang digerakkan secara mekanik.
Perkembangan hukum pengangkutan dapat ditelaah dengan baik melalui pendidikan hukum dengan cara melakukan penelitian dan pengkajian bahan-bahan hukum pengangkutan yang bersumber pada masyarakat pengguna jasa pengangkutan dan peraturan hukum pengangkutan di bidang keperdataan.

B.       Perjanjian Pengangkutan
B. 1   Definisi Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian Pengangkutan adalah ”perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.”[5]
Definisi tersebut hanya meliputi perjanjian antara pengirim dan pengangkut saja, tidak termasuk perjanjian antara pengangkut dan penumpang. Sehingga perlu ada perbaikan.
Perbaikan rumusan definisi tersebut:
Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
Dengan selamat, keadaaan tidak selamat mengandung 2 arti:
  1. Pada pengangkutan barang, barangnya tak ada atau musnah, barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya disebabkan berbagai kemungkinan peristiwa;
  2. Pada pengakutan penumpang, penumpang meninggal dunia atau menderita cacat tetap atau sementara, karena sesuatu peristiwa atau kejadian.
Dalam definisi pengangkutan terkandung berbagai aspek pengangkutan sebagai berikut:
  1. Pelaku
  2. Alat pengangkutan
  3. Barang/penumpang
  4. Perbuatan
  5. Fungsi pengangkutan
  6. Tujuan pengangkutan

B.2    Kewajiban Dan Tanggung Jawab Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si buruh. Kedudukan tersebut disebut Subordinasi (gesubordineerd), sedangkan dalam penanjian pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau Koordinasi (geeoordineerd).
Menurut Purwosutjipto[6] sistem hukum indonesia tidak mensyaratkan pembuatan perjanjian pengangkutan itu secara tertulis, cukup dengan lisan saja, asal ada persetujuan kehendak atau konsensus.
Kewajiban dan hak pihak-pihak dapat diketahui dari penyelengaraan pengangkutan, atau berdasarkan dokumen pengangkutan yang diterbitkan dalam perjanjian tersebut.
Dokumen pengangkutan adalah setiap tulisan yang dipakai sebagai bukti dalam pengangkutan, berupa naskah, tanda terima, tanda penyerahan, tanda milik atau hak.
Konsep tanggung jawab timbul karena pengangkutan tidak terjadi sebagaimana mestinya atau pengangkut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana termuat dalam dokumen pengangkutan.
Dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut. Artinya apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah:
  1. Keadaan memaksa (overmacht)
  2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri
  3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri.

Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan.
Apabila perjanjian dibuat secara tertulis, biasanya pembatasan dituliskan secara tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian. Tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan memegang peranan penting, disamping (hal 22-23) ketentuan undang-undang. Bagaimanapun pihak-pihak dilarang menghapus sama sekali tanggung jawab (pasal 470 ayat 1 KUHD, untuk pengangkut).
Luas tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam pasal 1236 dan 1246 KUH Perdata, menurut pasal 1236 pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan.
Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan.
Berdasarkan hai di atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan, yaitu:
1.                  Perjanjian Timbal balik
Dalam melaksanakan perjanjian itu, antara pihak-pihak dalam perjanjian yaitu pihak pengirim dan pengangkut mempunyai masing-masing hak dan kewajiban. Pihak pengirim mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengirim dan sebaliknya pihak pengangkut mempunyai hak dan kewajiban pula sebagai pengangkut.
2.                  Perjanjian Pelayanan berkala
Dalam melaksanakan perjanjian itu, hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadangkala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk pengiriman barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadangkala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.
3.    Perjanjian Pemberian Kuasa
Perjanjian jenis ini mengandung maksud bahwa pihak pengirim memberikan kuasa sepenuhnya kepada pihak pengangkut mengenai keselamatan barang muatan yang di muat hingga selamat sampai tujuan yang ditentukan.
4.    Perjanjian Pemborongan
Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang menentukan, Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan, dengan mana pihak yang satu si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu persetujuan bagi pihak yang lain, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
5.    Perjanjian Campuran
Pada pengangkutan ada unsur melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggara-kan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD).

B.3    Asas Perjanjian Pengangkutan
Ada 4 (empat) asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan:
1.        Asas Konsensual
Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara dibuat secara tidak tertulis, tetapi selalu didukung dokumen pengangkutan.
Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan diantara pihak-pihak itu ada. Alasan perjanjian pengangkutan tidak dibuat tertulis karena kewajiban dan hak pihak-pihak telah ditentukan dalam undang-undang. Mereka hanya menunjuk (hal 24) atau menerapkan ketentuan undang-undang.
2.        Asas Koordinasi
Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan. Walaupun perjanjian pengangkutan merupakan ”pelayanan jasa”, asas subordinasi antara buruh dan majikan pada perjanjian perburuan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan.
3.        Asas Campuran
Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut.
Jika dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas konsensual.
  1. Asas Tidak Ada Hak Retensi
Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkut sendiri, misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan dan perawatan barang.

B.4    Kebiasaan Dalam Pengangkutan
Apabila dalam undang-undang tidak diatur mengenai kewajiban dan hak serta syarat syarat yang dikehendaki oleh pihak-pihak, atau walaupun diatur tetapi dirasakan kurang sesuai dengan kehendak pihak-pihak, maka pihak-pihak mengikuti kebiasaan yang berlaku dalam praktek pengangkutan.
Kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan adalah kebiasaan yang berderajat hukum keperdataan, yaitu berupa perilaku atau perbuatan yang memenuhi ciri-ciri berikut:
1)      Tidak tertulis yang hidup dalam praktek pengangkutan;
2)      Berisi kewajiban bagaimana seharusnya pihak-pihak berbuat;
3)      Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan

4)      Diterima pihak-pihak karena adil dan logis;
5)      Menuju kepada akibat hukum yang dikehendaki pihak-pihak;

Beberapa kebiasaan yang berlaku dalam pengangkutan antara lain:
1)   Undang-undang tidak menentukan cara terjadinya perjanjian. Kebiasaan menentukan cara penawaran dan penerimaan, sehingga terjadi perjanjian.
2)   Undang-undang menentukan bahwa pengirim membuat surat muatan yang berisi antara lain rincian muatan. Kebiasaan menentukan jika tidak dibuat surat muatan, pemberitahuan pengirima atau nota pengiriman berfungsi sama dengan surat muatan.
3)   Undang undang menentukan bahwa setiap penumpang harus memiliki tiket penumpang, tetapi tidak menentukan berapa kali perjalanan. Kebiasaan menentukan bahwa tiket penumpang hanya berlaku untuk satu kali perjalanan yang telah ditentikan hari, tanggal dan jam keberangkatan.
4)   Undang-undang menganut asas bahwa penundaan keberangkatan harus dengan persetujuan kedua belah pihak. Kebiasaan menentukan bahwa waktu keberangkatan sewaktu-waktu dapat beruba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
5)   Undang-undang menentukan bahwa biaya pengangkutan muatan dibayar oleh penerima setelhia menerima penyerahan muatan ke tempat tujuan. Kebiasaan yang berlaku ialah biaya pengangkutan dibayar lebih dahulu oleh pengirim.
6)   Undang undang tidak menentukan syarat jumlah ganti kerugian karena pembatalan perjanjian pengangkutan, kebiasaan menentukan bahwa pembatalan perjanjian pengangkutan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, penumpang dikenakan ganti kerugian 25-50 % dari harga tiket penumpang.

C.      Fungsi Pengangkutan
Fungsi pengangkutan pada dasarnya adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Pengangkutan itu sendiri memiliki 2 (dua) nilai kegunaan, yaitu :
1.                  Kegunaan Tempat (place utility)
yaitu bahwa di dalam penyelenggaraan pengangkutan , karena dilakukan dengan pemindahan barang dan/ atau orang tadi, maka nilai kegunaan atas barang itu akan bertambah.
2.                  Kegunaan Waktu (time utility)
yaitu bahwa di dalam penyelenggaraan pengangkutan , karena dilakukan dengan pemindahan barang dan/ atau orang tadi secara tepat waktu, maka nilai kegunaan atas barang itu akan bertambah.

BAB III PEMBAHASAN
A.      Pengertian dan Pengaturan tentang Pengangkutan Laut
Hukum Pengangkutan laut yaitu norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan, menjalankan dan melancarkan “pelayaran” di laut. Oleh karena itu Hukum Pengangkutan di laut juga disebut “Hukum Pelayaran
Prof. Soekardono kemudian membagi Hukum Laut menjadi 2 (dua) yaitu Hukum Laut Keperdataan dan Hukum Laut Publik. Hukum laut bersifat keperdataan atau privat, karena hukum laut mengatur hubungan antara orang-perorangan. Dengan kata lain orang adalah subjek hukum. Yang dimaksud dengan orang di sini adalah pengirim dan penumpang dengan perusahaan pengangkutan.
Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran (jasa dan pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan dan berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian pengangkutan sah terjadinya kesepakatan).
Adapun perjanjian pengangkutan laut itu sendiri terbagi atas:
1)    Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time Charter)
Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:
-      Waktu tertentu
-      Menyediakan sebuah kapal tertentu
-      Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter
-      Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu
Kewajiban pengangkut
·       Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu
·       Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD
·       Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan (terpelihara/ lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)

Pasal 460 (1) KUHD menyebutkan bahwa kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan menganakbuahi.

2)    Perjanjian Carter Menurut Perjalanan (Voyage Charter)
Pasal 453 (3) KUHD “Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk :
-       Menyediakan sebuah kapal tertentu
-       Seluruhnya atau sebagian dari kapal
-       Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan
-       Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan
Kewajiban Pengangkut
-      Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut
-      Pasal 453 (2) KUHD
-      Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi, sanggup untuk pemakaian
-      Pasal 470 (1): Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau bertanggung jawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.

3)    Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan
-         Pasal 520g KUHD: Pengangkutan barang berdasarkan perjanjian selain daripada perjanjian carter kapal
-         Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter

Kewajiban Pengangkut
-           Pasal 468 (1) KUHD: Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
-           Pasal 470 (1)
-           Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian
-           Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan terhadap barang yang diangkutnya
-           Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian

Tuntutan Ganti Rugi
-          Jangka Waktu pengajuan
Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)
-          Hak previlige: kedudukan si penerima barang didahulukan atas upah pengangkutan, tapi setelah piutang2 yang diistimewakan dalam pasal 316 KUHD ia meminta sita atas pengangkutan terlebih dahulu dalam jangka waktu satu tahun.
-          Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri setempat, dimana terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima barang

B.       Dasar Hukum Pengaturan Pengangkutan Laut di Indonesia
a.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b.   Kitab Undang-Undang Hukum Dagang : pasal 307 s/d pasal 747
c.    UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU lain yang terkait
d.   Peraturan Internasional

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjadi dasar hukum karena Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat digunakan sebagai landasan untuk menghindari kekosongan hukum dalam bidang hukum Pengangkutan. Yaitu apabila di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada dan / atau belum diatur, maka kita bisa menemukannya di dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

C.      Pengangkutan di Perairan
Berdasarkan pasal 1 angka 10 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Angkutan adalah angkutan barang dari suatu tempat diterimanya barang tersebut ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang yang bersangkutan. Sedangkan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan selamat sampai tujuan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa keduanya sama-sama merupakan suatu proses, hanya saja di dalam Angkutan sudah saja hal yang detail. Di mana perpindahan itu dimulai dan di mana perpindahan itu diakhiri. Dalam arti sudah  ditentukan tempat penerimaan barang dan tempat penyerahan barang.
Dikatakan pengangkutan perairan karena dalam kegiatan pengangkutannya dilakukan dengan melalui perairan, hanya saja jenis perairannya berbeda-beda. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.[7]

Berdasarkan pasal 6 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, angkutan di perairan terdiri atas: Angkutan Laut, Angkutan Sungai dan Danau, dan Angkutan Penyeberangan.
1.         Angkutan Laut
Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.

2.         Angkutan Sungai dan Danau
“Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan” merupakan istilah yang terdiri dari dua aspek yaitu “Angkutan Sungai dan Danau” atau ASD dan “Angkutan Penyeberangan:. Istilah ASDP ini merujuk pada sebuah jenis “moda” atau “jenis angkutan” dimana suatu sistem transportasi terdiri dari 5 macam yaitu moda angkutan darat (jalan raya), moda angkutan udara, moda angkutan kereta api, moda angkutan pipa (yang mungkin belum dikenal luas), moda angkutan laut dan moda ASDP.
Angkutan Perairan Daratan atau angkutan perairan pedalaman merupakan istilah lain dari Angkutan Sungai dan Danau (ASD). Jenis angkutan ini telah lama dikenal oleh manusia bahkan terbilang tradisional. Sebelum menggunakan angkutan jalan dengan mengendarai hewan seperti kuda dan sapi, manusia telah memanfaatkan sungai untuk menempuh perjalanan jarak jauh. Demikian juga di Indonesia, sungai merupakan wilayah favorit sehingga banyak sekali pusat pemukiman, ekonomi, budaya maupun kota-kota besar yang berada di tepian sungai seperti Palembang.
Angkutan Perairan Daratan merupakan sebuah istilah yang diserap dari bahasa Inggris yaitu Inland Waterways atau juga dalam bahasa Perancis yaitu Navigation d’Interieure atau juga voies navigables yang memiliki makna yang sama yaitu pelayaran atau aktivitas angkutan yang berlangsung di perairan yang berada di kawasan daratan seperti sungai, danau dan kanal.
Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, terutama pada pasal 1, dijelaskan bahwa angkutan perairan daratan yang juga dikenal sebagai angkutan sungai dan danau ( ASD ) adalah meliputi angkutan di waduk, rawa, anjir, kanal, dan terusan. Di Indonesia, angkutan perairan daratan merupakan bagian dari sub sistem perhubungan darat dalam sistem transportasi nasional.
Moda angkutan ini tentunya tidak mempergunakan perairan laut sebagai prasarana utamanya namun perairan daratan. Dalam kamus Himpunan Istilah Perhubungan, istilah perairan daratan didefinisikan sebagai semua perairan danau, terusan dan sepanjang sungai dari hulu dari hulu sampai dengan muara sebagaimana dikatakan undang-undang atau peraturan tentang wilayah perairan daratan.

3.         Angkutan Penyeberangan
Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan kereta api yang terputus karena adanya perairan. Dalam bahasa Inggris, moda ini dikenal dengan istilah ferry transport. Lintas penyeberangan Merak – Bakauheni dan Palembang – Bangka bahkan juga Inggris – Perancis adalah beberapa contoh yang sudah dikenal masyarakat.

Sebagai suatu jenis moda angkutan dalam suatu sistem transportasi, Angkutan Perairan Daratan memiliki karakater yang khas yang berbeda dengan moda angkutan lainnya. Bahkan karena angkutan ini terdiri dari angkutan sungai (dan juga kanal) dan angkutan danau (termasuk juga rawa, waduk dan situ), karakter yang dimilikinya pun relatif cukup unik.
Angkutan sungai memilki karakter yang hampir mirip dengan angkutan jalan (highways) atau angkutan kereta api (railways) karena hanya dapat melayani pengguna jasa pada daerah cakupan (catchment area) di sepanjang aliran sungai itu saja. Pada angkutan sungai terkadang terdapat adanya lintas penyeberangan di sungai yang rutin dimana hal ini tidak terdapat pada angkutan jalan. Sementara itu, angkutan danau cenderung memiliki daerah pelayanan yang lebih terbatas karena hanya dapat melayani pengguna jasa di sekitar danau saja dan lebih bersifat sebagai angkutan penyeberangan di kawasan danau tersebut.
Angkutan perairan daratan umumnya memiliki rute yang tidak tetap dan jadwal yang tidak teratur meskipun juga pada tingkatan yang lebih berkembang juga terdapat angkutan dengan rute yang tetap dan dengan jadwal yang teratur maupun tidak teratur. Angkutan perairan daratan umumnya menggunakan kapal perairan daratan berkonstruksi kayu dengan berbagai variasinya.
Secara teknis, karakteristik angkutan perairan daratan memberikan keunggulan kepada moda tersebut untuk bersaing dengan moda lain. Keungggulan-keunggulan tersebut antara lain:
a)    Pada daerah yang mempunyai sungai yang bisa digunakan untuk transportasi, maka tidak perlu dibangun infrastruktur baru selain dermaga bongkar muat karena telah tersedia secara alami. Di India, dengan panjang jalur transportasi yang sama, biaya untuk mengembangkan angkutan perairan daratan hanya sekitar 5% hingga 10% dari biaya mengembangkan jalan tol 4 lajur ataupun membangun jaringan kereta api (Akanda, 1993).
b)   Infrastruktur sungai hanya perlu dipelihara dengan biaya yang murah sehingga kapasitas infrastruktur umumnya akan mencukupi. Di India, dengan panjang jalur transportasi yang sama, biaya pemeliharaan angkutan perairan daratan hanya sekitar 20% dari biaya pemeliharaan jalan (Akanda, 1993);
c)    Berperan sebagai angkutan utama untuk daerah terpencil (remote area) dimana konstruksi jalan belum atau mahal untuk dibangun;
d)   Mempunyai tingkat keselamatan yang lebih tinggi dibandingkan angkutan jalan dari aspek kecepatannya yang rendah, terutama bila dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai;
e)    Bahan bakar lebih efisien;

E.       Jenis-jenis Angkutan Laut
Berdasarkan pasal 7 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, jenis angkutan laut terdiri atas : Angkutan Laut Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar Negeri, Angkutan Laut Khusus, dan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.

1.    Angkutan Laut Dalam Negeri
adalah kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional[8] atau dalam arti dilakukan dengan menggunakan batas-batas kedaulatan dalam negara.

Pelayaran dalam negeri yang meliputi:[9]
a)        Pelayaran Nusantara, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh satu dan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Radius pelayarannya > 200 mil laut
b)        Pelayaran Lokal, yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan Indonesia yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan mempergunakan kapal-kapal yang berukuran 500 m3 isi kotor ke bawah atau sama dengan 175 BRT ke bawah. Radius pelayarannya < 200 mil laut atau sama dengan 200 mil laut.
c)        Pelayaran Rakyat, yaitu pelayaran Nusantara dengan menggunakan perahu-perahu layar.

2.    Angkutan Laut Luar Negeri
adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khus us yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ke pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut[10] atau dalam artian dilakukan dengan pengangkutan di lautan bebas yang menghubungkan satu negara dengan negara lain.

Pelayaran luar negeri, yang meliputi:[11]
a)      Pelayaran Samudera Dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan- pelabuhan negara tetangga yang tidak melebihi jarak 3.000 mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia, tanpa memandang jurusan;
b)      Pelayaran Samudera, yaitu pelayaran ke- dan dari luar negeri yang bukan merupakan pelayaran samudera dekat.
3.                  Angkutan Laut Khusus
adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.

4.                  Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat
adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu.

F.       Sarana dan Prasarana Pengangkutan Melalui Laut
Yang dimaksud dengan Sarana Pengangkutan Laut yaitu alat yang langsung dipakai dalam proses pengangkutan. Prasarana pengangkutan laut yaitu alat / benda yang sifatnya mendukung dari sarana itu sendiri, sehingga dapat melakukan fungsinya sebagai alat angkut. Berikut sarana dan prasarana pengangkutan melalui laut :
1.      Kapal dan Perlengkapan Kapal
a)   Kapal
Salah satu jenis Sarana dalam pengangkutan laut yaitu Kapal. Kapal merupakan sarana yang terpenting dalam pengangkutan melalui laut. Karena tanpa ada kapal maka pengangkutan melalui laut tidak akan terjadi.
Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun, dan dari macam apapun juga. Kecuali apabila ditentukan atau diperjanjikan lain, maka kapal itu dianggap meliputi “segala” alat perlengkapannya.[12]
Kata “segala” di atas menunjukkan bahwa apapun namanya dan apapun sifatnya sepanjang bisa menjalankan fungsi sebagai berlayar (bisa disebut sebagai alat berlayar) maka itu adalah kapal.
Sedangkan menurur pasal 1 angka 36 UU No 17 tahun 2008 yang dimaksud dengan Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
Kapal sendiri ada beberapa jenis, yaitu:[13]
1)   Kapal Perang adalah kapal Tentara Nasional Indonesia yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2)   Kapal Negara adalah kapal milik negara digunakan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas Pemerintah lainnya.
3)   Kapal Asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia.
b)   Perlengkapan Kapal
Yang dimaksudkan dengan kapal ialah segala benda yang “bukan suatu bagian daripada kapal” itu sendiri, namun diperuntukkan untuk selamanya dipakai tetap dengan kapal itu.[14]
Kata “bukan suatu bagian daripada kapal” di atas menunjukkan bahwa perlengkapan ini merupakan jenis prasarana pengangkutan melalui laut. Karena yang dimaksud dengan bagian kapal adalah bagian-bagian dari kapal yang apabila bagian itu dipisah maka akan menyebabkan kapal itu menjadi rusak.
Contoh perlengkapan kapal yaitu bendera, jangkar, kompas, sekoci dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk bagian kapal yaitu lambung kapal, haluan kapal, anjungan kapal, buritan kapal, dek kapal dan lain-lain.
2.      Pelabuhan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.[15]

Ada 3 jenis Pelabuhan, yaitu:[16]
1)        Pelabuhan Utama
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
2)        Pelabuhan Pengumpul
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
3)        Pelabuhan Pengumpan
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.

3.      Prasarana Pelayaran
a)    Perairan pelabuhan.
b)   Jembatan dan dermaga
c)    Pelampung
d)   Gudang dan lapangan
e)    Pemandu kapal
f)    Kapal tarik
g)   Alat bongkar muat
h)   Pekerja/buruh yang cukup tersedia
i)     Alat telekomunikasi

G.      Bill of Lading (Konosemen)
Bill of Lading (B/L) dalam KUHD masih menggunakan sebugtan konosemen yaitu terjemahan dari WvK Cognossement, dimana pengertiannya terdapat dalam:
a)    Hamburg Rules :
Bill of lading means a document which evidences a contract of carriage by sea and the taking over or loading of the goods againts surrender document. A provision in the document that the goods are to be delivered to the order of a named person, or, to order, or to bearer, constitutes such an undertaking”.
b)   Pasal 506 ayat (1) KUHD:
Konosemen ialah sepucuk surat yang ditanggali ddimana pengangkut menyatakan, bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkan kepada orang yang ditunjuk, beserta dengan klausula-klausula apa penyerahan terjadi.”

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dismpulkan bahwa konosemen atau B/L berfungsi sebagai:
1)         Surat tanda terima barang dari pengangkut untuk pengirim/penerima
2)         Surat bukti perjanjian pengangkutan.
3)         Surat bukti pemilikan barang[17]
4)         Surat berharga[18]

B/L yang dapat diperdagangkan ditandai dengan tulisan “Original dan yang tidak dapat diperdagangkan dengan tanda “Not Negotiable”. B/L yang tergolong atas pengganti apabila diperalihkan harus menggunakan cara endosemen dan penyerahan suratnya (pasal 508 KUHD).
Ketentuan mengenai B/L dapat dilihat dalam pasal 506 KUHD dan seterusnya (506, 507,509, 510, 513, 514, 515, 516, 517 & 517A ), pasal III ayat 3 Hague Rules dan pasal 14 ayat 1 Hamburg Rules.

v  Macam-macam B/L:
1)      Berdasarkan cara penerbitannya:
a)        Rekta B/L, yaitu B/L yang cara peralihannya dengan Cessie
b)        Order B/L, yaitu B/L yang cara peralihannya dengan endorsement, terdiri dari order of shipper B/L atau order blanko atau konosemen blanko.
2)      Berdasarkan nilai yang terkandung di dalamnya:
a)        Clean B/L
b)        Dirty B/L
3)      Berdasarkan pelabuhan tujuan :
a)        Direct/straight B/L
b)        Optional B/L
c)        Through B/L
v  Pejabat atau pihak yang berwenang menerbitkan konosemen adalah:
-          Pengangkut (Pasal 504 KUHD)
-          Nahkoda (Pasal 505 KUHD)

v  Selain konosemen, dalam pengangkutan laut juga harus ada:
1.      Manifest
2.      Surat mualim
3.      Tanda terima gudang
4.      Perintah penyerahan
5.      Pemberitahuan
6.      Perintah mendaratkan

H.      Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut
1)   Pengusaha Kapal
Menurut pasal 320 KUHD, yang dimaksud dengan pengusaha kapal yaitu orang yang mempergunakan kapal untuk pelayaran di laut dan untuk dilakukannya sendiri atau menyuruh melakukannya oleh seorang nakhoda yang bekerja padanya.
Kesimpulannya pengusaha kapal:
-                             memakai kapal
-                             menakhodai sendiri atau menyuruh melakukan pada orang lain
Berdasarkan pasal di atas, pengusaha kapal diberi keringanan dalam hal memakai kapal. Keringanan tersebut terlihat bahwa ia tidak harus memiliki kapal dalam melakukan pelayarannya. Tetapi dalam memakai kapal selain bisa dengan menggunakan kapal milik sendiri, ia juga bisa memakai kapal milik orang lain.
Dalam hal memakai kapal milik orang lain ini, bisa berdasarkan 2 hal, yaitu :
1)   Perjanjian Charter Kapal
yaitu suatu perjanjian penyewaan kapal yang dibuat untuk memakai kapal milik orang lain, dan juga sudah dilengkapi dengan awak kapal. Adapun pihak-pihak dalam perjanjian Charter ini adalah Pencharter dan Tercharter.
2)   Bare Boat Charter
yaitu perjanjian penyewaan kapal di mana kapal yang diterima oleh si penyewa adalah dalam keadaan kosong atau tidak beserta awak kapalnya.
Tanggung jawab Pengusaha Kapal                 
Pasal 321 KUHD menyebutkan bahwa “pengusaha kapal terikat oleh perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh mereka yang dalam dinas tetap atau sementara dari kapal itu di dalam pekerjaannya dalam lingkungan kewenangannya
Kesimpulannya bahwa Pengusaha Kapal itu harus bertanggung jawab di samping pada perbuatannya sendiri, juga dia harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka yang dipekerjakan di kapalnya. Baik mereka yang berdinas tetap maupun yang berdinas sementara. Sepanjang yang bersangkutan bekerja sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Jika tidak sesuai dengan tugas dan kewenangannya maka yang harus bertanggung jawab adalah pegawai itu sendiri. Tugas dan kewenangan para pihak tertuang dalam perjanjian kerja laut.

Dari penjelasan di atas, ada perbedaan antara pegawai dengan dinas tetap dengan pegawai yang berdinas sementara.
Dinas Tetap          mereka yang membuat perjanjian kerja laut
                               namanya tercantum dalam Daftar Buku Anak Buak Kapal (Buku Sijil)
Dinas Sementara           mereka yang hanya bekerja pada saat-saat tertentu saja (sewaktu-waktu) sesuai dengan kepentingan kapal.
                                        namanya tidak tercantum dalam Daftar Buku Anak Buak Kapal (Buku Sijil)
2)   Pengangkut
Pasal 466 KUHD menyebutkan bahwa “Pengangkut dalam arti bab ini ialah barang siapa yang, baik dengan persetujuan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, baik dengan sesuatu persetujuan lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan
Dari pasal di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut sebagai pengangkut adalah mereka yang baik karena persetujuan carter menurut waktu maupun menurut perjalanan, ia mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang baik seluruhnya maupun sebagian melalui laut.

Tanggung jawab Pengangkut
Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa tanggung jawab si pengangkut antara lain:
(ayat 1)              “Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.
(ayat 2)              “Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat daripada barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkannya.
(ayat 3)              “Ia bertanggung jawab untuk perbuatan dari segala mereka, yang dipekerjakannya, dan untuk segala benda ya ng dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut. 

3)   Pengirim barang
a)    Pemegang kuasa
b)   Komisioner
c)    Penyimpan barang
d)   Penyelenggara usaha
Selain ekspeditur dalam pengangkutan laut dikenal pula pihak-pihak yang terkait lainnya, yaitu sbb:
a)    Pengatur muatan
b)   Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut
Menurut pasal 1 PP no 2 tahun 1969 yang dimaksudkan dg Per-Veem-An ialah:
Usaha yang ditujukan kpd penampungan dan penumpukan barang-barang yang dilakukan dg mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi: antara lain kegiatan ekspidisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.”

4)   Penerima
a)     Penerima adalah juga pengirim barang
b)     Penerima adalah orang lain yang ditunjuk

I.         Tentang Awak Kapal, Nakhoda Kapal dan Anak Buah Kapal (ABK)
1.    Awak Kapal
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.[19]
Yang termasuk Awak Kapal yaitu Nakhoda Kapal, Anak Buah Kapal (ABK), Perwira dan Kelasi.
2.    Nakhoda Kapal
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[20]
3.    Anak Buah Kapal (ABK)
Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda. Anak buah kapal ini hanyalah sebagai pelaksana perintah dari Nakhoda yang bersangkutan. 
v  Kewajiban
1.    Nahkoda
1)        Nahkoda wajib bertindak dengan kepandaian, ketelitian dan dengan kebijaksanaan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
2)        Nahkoda wajib menaati dengan seksama peraturan yang lazim dan ketentuan yang ada untuk menjamin kesanggupan berlayar dan keamanan kapal, keamanan para penumpang dan pengangkutan muatannya. Ia tidak akan melakukanperjalanannya, kecuali bila  kapalnya untuk melaksanakan itu memenuhi syarat, dilengkapi sepantasnya dan diberi anak buah kapal secukupnya.
3)        Nahkoda wajib menggunakan pandu, di mana pun bila peraturan perundang-undangan, kebiasaan atau kewaspadaan mengharuskannya.
4)        Nahkoda wajib mengurus barang yang ads di kapal milik penumpang yang meninggal selama perjalanan, di hadapan dua orang penumpang membuat uraian secukupnya mengenai hal itu atau menyuruh membuatnya, yang ditanda-tangani olehnya dan oleh dua orang penumpang tersebut.
5)        Nahkoda harus dilengkapi di kapal dengan: (KUHD 432.) surat laut atau pas kapal, surat ukur dan petikan dari register kapal yang memuat semua pembukuan yang berkenaan dengan kapal sampai hari keberangkatan terakhir dari pelabuhan Indonesia. daftar anak buah kapal, manifest muatan, carter partai dan konosemen, ataupun salinan surat itu; Peraturan perundang-undangan dan reglemen yang berlaku di Indonesia terhadap perjalanan, dan segala surat lain yang diperlukan Terhadap carter partai dan konosemen, kewajiban ini tidak berlaku dalam keadaan yang ditetapkan oleh Kepala Departemen Marine.
6)        Nahkoda berusaha agar di kapal diselenggarakan buku harian kapal (register harian atau jurnal), di mana semua hal yang penting yang terjadi dalam perjalanan dicatat dengan teliti. Nahkoda sebuah kapal yang digerakkan secara mekanis, di samping itu harus berusaha agar oleh seorang personil kamar mesin diselenggarakan buku harian mesin
7)        Nahkoda dan pengusaha kapal wajib memberikan kesempatan kepada orang-orang yang berkepentingan atas permintaan mereka untuk melihat buku harian, dan dengan pembayaran biayanya memberikan salinannya
8)        Nahkoda wajib dalam 48 jam setelah tibanya di pelabuhan darurat atau di pelabuhan tujuan akhir, menunukkan atau menyuruh menunjukkan buku harian kapal atau buku harian kepada pegawai pendaftaran anak buah kapal, dan minta agar buku itu ditandatangani oleh pegawai tersebut sebagai tanda telah dilihatnya
9)        Nahkoda wajib memberi pertolongan kepada orang-orang yang ada dalam bahaya, khususnya bila kapalnya tertibat dalam tubrukan, kepada kapal lain yang terlibat dan orang-orang yang ada di atasnya, dalam batas kemampuan nahkoda tersebut, tanpa mengakibatkan kapalnya sendiri dan penumpangpenumpangnya tersebut ke dalam bahaya besar. Di samping itu ia wajib, bila hal ini mungkin baginya memberitahukan kepada kapal lain yang terlibat dalam tubrukan itu, nama kapalnya, pelabuhan tempat kapal terdaftar, dan pelabuhan tempat kedatangan dan tempat tujuannya. Bila kewajiban ini tidak dipenuhi oleh nahkoda, hal ini tidak memberi kepadanya hak tagih terhadap pengusaha kapal.
10)    Nahkoda kapal Indonesia yang bertujuan ke Indonesia, dan sedang berada di pelabuhan luar Indonesia, wajib membawa ke Indonesia, pelaut-pelaut berkewarganegaraan Indonesia dan penduduk Indonesia, yang berada di sana dan membutuhkan pertolongan, bila di kapal ada tempat untuk mereka.

2.    Anak Buah Kapal    
1)        Selama anak buah kapal berada dalam dinas di kapal, ia wajib melaksanakan perintah nahkoda dengan seksama
2)        Tanpa izin nahkoda, anak buah kapal tidak boleh meninggalkan kapal.

v  Larangan
1.    Nahkoda
Nahkoda tidak boleh meninggalkan kapalnya selama pelayaran atau bila ada bahaya mengancam, kecuali bila ketidakhadirannya mutlak perlu atau dipaksa untuk itu oleh ikhtiar penyelamatan diri
2.    Anak Buah Kapal
Anak buah kapal tidak boleh membawa atau mempunyai minuman keras atau senjata di kapal tanpa izin nahkoda.
v  Kewenangan dan Hak
1.    Nahkoda
1)        Setelah tiba di suatu pelabuhan, nahkoda dapat menyuruh pegawai yang berwenang untuk membuat keterangan kapal mengenai kejadian dalam perjalanan.
2)        Bila sangat diperlukan, demi keselamatan kapal atau muatannya, nahkoda berwenang untuk melemparkan ke laut atau memakai habis perlengkapan kapal dan bagian dari muatan.
3)        Nahkoda dalam keadaan darurat selama perjalanan berwenang untuk mengambil dengan membayar ganti rugi, bahan makanan yang ada pada para penumpang atau yang termasuk muatan, untuk digunakan demi kepentingan semua orang yang ada di kapal.
4)        Nahkoda mempunyai kekuasaan disipliner atas anak buah kapal. Untuk mempertahankan kekuasaan ini ia dapat mengambil tindakan yang selayaknya diperlukan.
5)        Nahkoda mempunyai kekuasaan di kapal atas semua penumpang. Mereka wajib menaati perintah yang diberikan oleh nahkoda untuk kepentingan keamanan atau untuk mempertahankan ketertiban dan disiplin.

2.    Anak Buah Kapal
Setiap anak buah kapal di kapal harus diberi kesempatan untuk melihat daftar anak buah kapal dan perjanjian yang menyangkut dirinya. 
BAB IV KESIMPULAN

(1)     Menurut arti katanya pengangkutan berasal dari kata dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke tempat lain
(2)     Dasar Hukum Pengaturan Pengangkutan Laut di Indonesia
a.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b.    Kitab Undang-Undang Hukum Dagang : pasal 307 s/d pasal 747
c.    UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU lain yang terkait
d.   Peraturan Internasional
(3)     Perjanjian Pengangkutan Laut di Indonesia itu sendiri dibedakan menjadi:
a.                             Perjanjian carter menurut waktu
b.                            Perjanjian carter menurut perjalanan
c.                             Perjanjian carter menurut barang potongan
d.                            Bareboat charter (carter tanpa awak à menurut Hague rules)



(4)     Jenis-jenis Angkutan Laut:
a.                   Angkutan Laut Dalam Negeri.
b.                  Angkutan Laut Luar Negeri,
c.                   Angkutan Laut Khusus, dan
d.                  Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.
(5)     Pihak-pihak  yang terkait dalam pengangkutan laut:
a.    Pengangkut
                         i.     Pengangkut bukan pengusaha kapal
                       ii.     Pengangkut sekaligus pengusaha kapal
b.    Pengirim
c.    Penerima
(6)     Sarana dan Prasarana penunjuang dalam pengangkutan laut:
a.                             Sarana
                         i.     Kapal
                       ii.     Pelabuhan
b.                            Prasarana:
                         i.     Perairan pelabuhan.
                       ii.     Jembatan dan dermaga
                     iii.     Pelampung
                     iv.     Gudang dan lapangan
                       v.     Pemandu kapal
                     vi.     Kapal tarik
                   vii.     Alat bongkar muat
                 viii.     Pekerja/buruh yang cukup tersedia
                     ix.     Alat telekomunikasi
(7)     Dokumen dalam pelayaran selain Bill of Lading atau konosemen yang dikeluarkan oleh nahkoda atau pengangkut sesuai peraturan dalam KUHD, juga ada:
a.         Manifest
b.         Description of chargo
c.         Surat mualim
d.        Tanda terima gudang
e.         Perintah penyerahan
f.          Pemberitahuan
g.         Perintah mendaratkan
(8)     Dalam menjalankan tugasnya, penangkut juga meiliki tanggung jawab pada batas-batas tertentu yang telah ditetapkan dalam KUHD dan Hague Rules
(9)     Terdapat beberapa peraturan mengenai nahkoda dan ABK yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi tertentu yang juga diatur dalan UU no 21 tahun 1992 sebagai tindakan pidana.

BAB V DAFTAR PUSTAKA
B. Arief Sidharta, Disiplin Hukum : tentang Hubungan Antara Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum (State of Arts), Bahan kuliah Teori Ilmu Hukum pada Program S-3 Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan.
H.M.N. Purwosutjipto, S.H, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Jilid 3, Cetakan ke-2, Penerbit Djambatan, Jakarta.
UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
PP No 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Angkutan Laut
http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Dagang diakses pada 22 November 2011, 16.01 WIB

http://kuliahade.wordpress.com/2009/10/27/pengangkutan-laut/ diakses pada 22 November 2011 16.04 WIB






[1] B. Arief Sidharta, Disiplin Hukum : tentang Hubungan Antara Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum (State of Arts), Bahan kuliah Teori Ilmu Hukum pada Program S-3 Ilmu Hukum, Program Pascasarjana USU, Medan.
[2] Abdul Kadir Muhammad, SH, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 10
[3] Abdul Kadir Muhammad, SH, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 19
[4] Ibid, hlm 1-2
[5] H.M.N. Purwosutjipto, S.H, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Jilid 3, Cetakan ke-2, Penerbit Djambatan, Jakarta.
[6] H.M.N. Purwosutjipto, S.H, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Jilid 3, Cetakan ke-2, Penerbit Djambatan, Jakarta.
[7] Pasal 1 angka 3 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
[8] Pasal 1 angka 3 PP No 20 tahun 2010 tentang Angkutan di perairan
[9] Pasal 5 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Angkutan Laut
[10] Pasal 1 angka 4 PP No 20 tahun 2010 tentang Angkutan di perairan
[11] Pasal 5 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Angkutan Laut
[12] Pasal 309 ayat 1 dan 2 KUHD Karangan Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio
[13] Pasal 1 angka 37-39 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
[14] Pasal 309 ayat 3 KUHD Karangan Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio
[15] Pasal 16 UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
[16] Pasal 17,18,19  UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran

[17] Pasal 510 KUHD: pemegang yang teratur berhak menuntut penyerahan barang di tempat tujuan sesuai dengan isis konosemen, kecuali apabila ia telah mejadi pemegang dengan cara melawan hukum
[18] Pasal 506 ayat 2 dan 507 ayat 1 KUHD bahwa B/L atau konosemen dapat diterbitkan atas-nama (opnaam), atas-pengganti (aan-order) dan atas tunjuk (aan tonder) dan dapat diperdagangkan
[19] Pasal 1 angka 40  UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
[20] Pasal 1 angka   UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
Share this article :

1 komentar:


  1. Menyambut Tahun Baru Imlek 2020 tepatnya 25 Januari nanti, Bolavita sebagai agen judi dan taruhan sabung ayam online terbesar di Indonesia akan memberikan bonus Angpao Imlek bagi anda yang bermain disitus kami khusus pada tanggal 25 Januari dan 8 Februari 2020.

    Bonus Khusus Imlek 2020 Dibagi Sebesar Rp 160.000,-

    Tersedia Permainan :
    • Sabung Ayam S128 / SV388
    • Sportsbook ( Bola, Tenis, Moto GP, Badminton, Dan berbagai olahraga lengkap lainnya )
    • Casino Live ( Baccarat, Sicbo Dadu, Dragon Tiger, Roullete, Niu-Niu, Blackjack )
    • Tembak Ikan
    • Slot ( Jackpot, Ding-Dong, Bingo )
    • Dan Masih Banyak Lainnya..

    Setiap member yang melakukan deposit pada hari raya imlek 2020 akan mendapatkan bonus tambahan langsung ke akun yang terdaftar. Bonus Angpao Emas Tahun Tikus 2020 berupa Freechip Untuk semua permainan di Bolavita terkecuali Bola Tangkas dan Togel Online.

    Syarat & Ketentuannya cek di : http://bit.ly/2MqI6pi

    Semoga di Tahun Tikus 2020 Anda Mendapatkan Keberuntungan Dan Rejeki Berlimpah. Bolavita Mengucapkan Selamat Hari Raya Imlek. Gong Xi Fa Chai.

    Kontak Resmi :
    • WA : 0812-2222-995
    • Telegram : 0812-2222-995
    • Wechat : Bolavita
    • Line : cs_bolavita

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Wonk Talok - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger