Inilah Keajaiban bahwa tidak semua do'a dapat dikabulkan.

Kamis, 06 Desember 2012



Coba kamu bayangkan kalo semua do'a manusia dikabulkan oleh Tuhan 

Pernahkah kau berfikir kalo pencuri berdo'a agar hasil curiannya banyak, tapi disisi lain orang yg punya harta benda tersebut berdo'a agar jangan sampe hartanya itu dicuri. Maka tidak mungkin Tuhan mengabulkan do'a keduanya. Pasti hanya salah satu saja. 

Do'a seorang pencuri bisa saja yg dikabulkan, karena orang kaya tersebut kurang beramal dan sombong atas kekayaannya itu. Atau mungkin do'a orang kaya tersebut yang dikabulkan karena dia tipe orang yang taat beribadah dan selalu mengasihi sesama dengan cara bersodaqoh.

Dengan mengabulkan semua do'a juga tidak bisa dikatakan bahwa Tuhan itu adil. Juga sebaliknya, ketika Tuhan tidak mengabulkan do'a kita lantas kita mengganggap Tuhan itu tidak adil. Adil menurut kita belum tentu sama menurut Tuhan. Pasti ada alasan-alasan tertentu, dan kita sbg manusia tidak tahu apa itu. Kewajiban kita sebagai manusia adalah untuk tetap berdo'a. Kalo memang belum terkabul, mungkin itu bukanlah rejeki kita. Masih ada orang lain di luar sana yang lebih membutuhkan dibanding dengan kita.

Apa arti istilah "KEPO" ???

Rabu, 12 September 2012


Dewasa ini di dlm pergaulan hidup kita sering mendengar istilah "kepo"jadi sebenernya apa sih arti "kepo" itu ???jujur aja aku ga tau apa itu...tapi setelah ditelusuri ternyata didapatkan beberapa arti, yaitu sbb :


  1. Berasal dari bahasa hokkian.Ke = Bertanya, Po (Apo) = Nenek2. Jadi artinya nenek2 yg suka bertanya2. Pingin tau banget gitu..
  2. Mau tau urusan orang lain
  3. Kepo itu singkatan dari kira2 Knowing Every Particular Object. Artinya ya sama maknanya kayak mau tau aja.
  4. Knowing Every Particular Object (ingin tahu setiap urusan khusus/org lain).
  5. (kata sifat) suka mencampuri urusan orang lain; gapil; usilAsal: Bahasa Cina (Hokkian) kay poh (atau kaypo)
  6. Kepo adalah kata bahasa hokkien tionghoa medan/tionghoa sumatera yg sering digunakan untuk memarahi,mengejek orang karna kurang kerjaan(jadi mengerjakan kerjaan yg bukan kerjaannya),sibuk tak menentu.
  7. Kata kepo berasal dari dua kata bahasa inggris menunjukkan "Care Full" artinya "Peduli banget". Kata 'Care Full' ini mengalami transformasi. Care Full -> Ker Pol -> Kepo.
  8. Kepo tuh artinya mau tau bgt urusan orang
  9. Kepo adalah akronim dari Knowing every Particular Object adalah sebutan untuk orang yang serba tahu detail dari sesuatu, apapun yang lewat di hadapannya selama itu terlihat oleh matanya walaupun hanya sekelebat dalam beberapa kasus orang kepo adalah orang yang serba ingin tahu, bisa jadi kayak semacam kecanduan untuk tahu segala hal yang sepele dan itu bisa dia unggulkan sebagai kekuatan orang tsb hati hati jika berhadapan dengan orang kepo,hal yang anda sembunyikan tak lama kemudian akan muncul ke permukaan (rahasia yang bocor)
  10. Singkatan dari kek pembokat (kayak pembantu), banyak nanya...disuruh ngrjain a byk tnya dulu, gag tanggap.
ciri ciri orang kepo :
- serba ingin tahu-kadang sok tahu
- mempunyai mata yang sangat amat jeli dan tajamcikal bakal geek (evolusi sebelum orang itu jadi geek)

begitulah kira2 sedikit arti istilah "kepo" dan masih banyak lagi arti yg belum tercantum. Mungkin benar,,, mungkin juga salah... tergantung bgmn kita menafsirkannya... 

ANALISIS UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERKAIT “MODEL HUBUNGAN KEWENANGAN DAN MODEL OTONOMI YANG DIANUT”

Senin, 04 Juni 2012


Oleh :
Sigit Budhiarto
E1A0 10234
Kelas C

1.    Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
v Model Hubungan Kewenangan
Cenderung menganut “The Agency Model” (Model Agensi). Karena pada dasarnya Pemerintah Daerah hanya sebagai Agensi / pelaksana kebijakan / perwakilan dari Pemerintah Pusat. Segala tindakan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus atas persetujuan dari Pemerintah Pusat. Dan yang menanggung pertanggungjawaban adalah Pemerintah Pusat itu sendiri.

v Model Otonomi
UU No. 5 tahun 1974 yang mengatur pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah. Prinsip yang dipakai bukan “otonomi yang riil dan seluas-luasnya”, tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggungjawab”. Alasannya, pandangan otonomi daerah yang seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi.
Sehingga UU No. 5 Tahun 1974 ini lebih cenderung menganut “Otonomi Terbatas” daripada “Otonomi Luas”. Seperti yang tercantum dalam pasal 68 UU No. 5 Tahun 1974 bahwa semua kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah baik berupa Peraturan Daerah maupun Keputusan Kepala Daerah baru bisa diberlakukan setelah ada pengesahan pejabat yang berwenang, sehingga Pemerintah Pusat dapat lebih mudah mengintervensi Pemerintah Daerah dalam membuat kebijakannya tersebut.

2.    Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
v Model Hubungan Kewenangan
Menurut UU No. 22 Tahun 1999 kewenangan daerah provinsi hanya me-miliki kewenangan yang terbatas sedangkan daerah kabupaten dan kota memiliki kewenangan yang luas. Sehingga lebih condong menganut “The Relative Autonomy Model” karena disini daerah sudah diberikan kewenangan yang lebih luas dalam hal mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri (pasal 7 UU No. 22 Tahun 1999). Sebagai contoh dalam hal membuat kebijakan atau aturan sendiri sehingga meminimalisir intervensi dari Pemerintah Pusat.

Pembagian Kewenangan urusan pemerintahan, berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 dapat dijumpai dalam Bab IV yang mengatur tentang ke-wenangan daerah. Pasal 7 UU tersebut menegaskan bahwa :[1]
(1)     Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta ke-wenangan bidang lain.
(2)     Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta  teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.

v Model Otonomi
Di dalam UU No. 22 Tahun 1999 mengatur bahwa daerah yang menganut asas dekonsentrasi dan desentralisasi adalah provinsi. Adapun daerah kabupaten dan kota hanya menganut asas desentralisasi. Konsekuensi strukturalnya, daerah provinsi menjadi wilayah administrasi sekaligus daerah otonom sedangkan daerah kabupaten dan kota menjadi daerah otonom penuh. Sehingga dengan kata lain UU No. 22 Tahun 1999 menganut “Otonomi Luas, nyata dan bertanggungjawab” meskipun otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota.

Berdasarkan pasal 7 UU No. 22 Tahun 1999 yang telah memberikan kewenangan yang cukup luas kepada daerah otonom, hal ini mencerminkan dianutnya “Otonomi Luas[2]
  
3.    Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
v Model Hubungan Kewenangan
UU No. 32 Tahun 2004 tidak lagi menggunakan istilah kewenangan tapi urusan pemerintahan. Berbeda dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang tidak secara spesifik menentukan urusan pemerintahan yang menjadi kewe-nangannya, UU No. 32 Tahun 2004 menentukan bahwa urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi secara jelas sama dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota. Hal yang mem-bedakan hanya lingkupnya saja dilihat dari kriteria eksternalitas, akun-tabilitas, dan efisiensi. Sehingga menurut saya UU No. 32 Tahun 2004 ini lebih condong menganut “The Relative Autonomy Model

v Model Otonomi
Pada dasarnya konsep Otonomi yang dipakai oleh UU No. 32 Tahun 2004 hampir sama dengan UU No. 22 Tahun 1999 yaitu mengatur bahwa daerah yang menganut asas dekonsentrasi dan desentralisasi adalah provinsi. Adapun daerah kabupaten dan kota hanya menganut asas desentralisasi. Konsekuensi strukturalnya, daerah provinsi menjadi wilayah administrasi sekaligus daerah otonom sedangkan daerah kabupaten dan kota menjadi daerah otonom penuh. Sehingga Model Otonomi yang dianut lebih condong menganut “Otonomi Luas”. Karena didalam ketentuan Undang-Undang ini mengatur bahwa pada prinsipnya otonomi daerah yang dianut adalah “Otonomi Luas, nyata dan bertanggungjawab
-  Otonomi luas : daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- Otonomi nyata : penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yg senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dg potensi dan kekhasan daerah.
- Otonomi bertanggungjawab : dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesra.


[1]     Lihat buku Muhammad Fauzan “Hukum Pemerintahan Daerah. Kajian tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah” hal 87
[2]     Ibid.

ANALISIS “AKIBAT HUKUM EKSEKUSI BENDA JAMINAN GADAI YANG DILAKUKAN OLEH KREDITUR”


Oleh :
Sigit Budhiarto
E1A0 10 234
Kelas C

Ketentuan dalam KUHPerdata, ada 2 (dua) cara untuk mengeksekusi “Benda Gadai” yang dapat dilakukan oleh Kreditur apabila Debitur “wanprestasi” antara lain :
1.    Jika hendak dijual secara tertutup (tidak di muka umum/privat sale), harus dilakukan melalui perantara pengadilan sesuai diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata. Tapi masih dengan catatan, para pihak memang telah sepakat bahwa kreditur diberikan kewenangan mengeksekusi atas benda jaminan tersebut secara penjualan langsung.
2.    Melalui bantuan kantor lelang negara sebagai bentuk penjualan di muka umum. Dengan demikian apabila para pihak telah menyepakati bahwa kreditur diberikan hak untuk mengeksekusi tanpa perantaraan pengadilan, kreditur dapat langsung meminta bantuan kantor lelang negara untuk menjual benda Gadai. Hal ini untuk memenuhi ketentuan ”menjual barangnya gadai di muka umum” dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Penjualan yang demikian tidak disyaratkan adanya “titel eksekutorial”, yaitu penjualan tanpa melalui pengadilan, tanpa bantuan juru sita, tanpa perlu mendahuluinya dengan sitaan. Hak pemegang gadai untuk menjual benda gadai untuk menjual benda gadai tanpa titel eksekutorial yang demikian disebut dengan “parate executie (eigenmachtige verkoop)

Namun apabila ternyata Debitur belum dinyatakan wanprestasi tetapi Kreditur lantas menjual benda gadai tanpa sepengetahuan dari Debitur maka hal itu tentu saja melanggar kewajiban Pemegang Gadai (Kreditur) seperti yang tercantum dalam pasal 1156 ayat 2 dan 3 KUHPerdata yang mewajibkan Pemegang Gadai (Kreditur)  untuk memberitahukan kepada Pemberi Gadai (Debitur) jika benda gadai akan dijual. Maka setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh kreditur untuk menjual benda gadai tersebut dapat dinyatakan “batal”.
Karena pada prinsipnya seorang Kreditur baru memiliki hak untuk mengeksekusi benda gadai ketika debitur wanprestasi. Dan syarat seorang debitur dinyatakan wanprestasi tersebut tercantum dalam pasal 1155 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :
1.    Debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya
2.    Setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau
3.    Setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti,

Mengacu pada ketentuan pasal 1154 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Dalam hal debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiban, kreditur tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan itu menjadi miliknya. Segala persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat diambil suatu pemahaman bahwa seorang kreditur dilarang untuk mengalihkan benda gadai. Sehingga ketika kreditur menjual benda gadai kepada orang lain sedang ia bukanlah pemilik yang sebenarnya (tidak dalam kapasitasnya sebagai pemilik) maka perjanjian yang dibuat oleh kreditur ini dapat dinyatakan “batal”. Karena di mata hukum seorang yang ingin menjual benda, haruslah orang yang mempunyai kekuasaan penuh atas bendanya (hak milik) tidak lain adalah pemilik itu sendiri atau orang yang diberi kuasa oleh pemilik. Sedangkan kreditur disini tidak memenuhi kapasitasnya sebagai pemilik, ia hanya sebagai pemegang gadai yang dilarang menjadikan benda gadai menjadi miliknya. Seorang kreditur baru mempunyai hak untuk menjual gadai ketika debitur telah dinyatakan wanprestasi (pasal 1155 KUHPerdata) dan harus memberitahukan dahulu kepada debitur ketika akan menjual benda gadai tersebut (pasal 1156 ayat 2 dan 3 KUHPerdata).

ASAS-ASAS PERS

Kamis, 31 Mei 2012


Nama :   SIGIT BUDHIARTO
NIM   :   E1A0 10 234
Kelas  :   C

v Yang berlaku Nasional

1)   Pasal 2 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
a.    Asas Demokrasi
รฐ Pers harus memegang prinsip demokrasi, yaitu dengan menjunjung tinggi nilai demokrasi dengan menghormati dan menjamin adanya hak asasi manusia dan menjunjung tinggi kemerdekaan dalam penyampaian pikiran/pendapatnya, baik secara lisan maupun tulisan.

b.   Asas Keadilan
รฐ Dalam penyampaian informasinya kepada khalayak ramai (masyarakat) itu harus memegang teguh nilai keadilan. Dimana dalam pemberitaan itu tidak memihak atau tunduk pada salah satu pihak tetapi harus berimbang dan tidak merugikan salah satu pihak (berat sebelah)

c.    Asas Supremasi Hukum
รฐ Pers dalam menjalankan setiap kegiatannya harus berlandaskan hukum. Dimana meletakkan Hukum sebagai landasan bertindak yang diposisikan di tingkat tertinggi. Sehingga Pers tidak lantas begitu bebasnya bertindak meskipun telah ada jaminan Kebebasan Pers yang diberikan oleh Undang-Undang.

2)   Kode Etik Jurnalistik PWI
a.    Asas Profesionalistas
-     Tidak memutarbalikkan fakta, tidak memfitnah
-     Berimbang, adil dan jujur
-     Mengetahui perbedaan kehidupan pribadi dan kepentingan umum
-     Mengetahui teknis penulisan yang tidak melanggar “asas praduga tak bersalah” serta tidak merugikan korban kesusilaan
-     Mengetahui kredibilitas nara sumber
-     Sopan dan terhormat dalam mencari berita
-     Tidak melakukan plagiat
-     Meneliti semua kebenaran bahan berita terlebih dahulu
-     Tanggung jawab moral besar ( mencabut sendiri berita yang salah walaupun tanpa ada permintaan)

b.   Asas Nasionalisme
-     Prioritas kepentingan umum, mendahulukan kepentingan nasional
-     Pers bebas mengkritik pemerintah sepanjang hal itu untuk kepentingan nasional
-     Mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara
-     Memperhatikan keselamatan keamanan bangsa
-     Memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa

c.    Asas Demokrasi
-     Pers dapat berisi promosi tetapi pers tidak boleh menjadi alat propaganda
-     Harus cover both side
-     Harus jujur dan berimbang

d.   Asas Religius
-     Alam pemberitaannya tidak boleh melecehkan agama
-     Menghormati agama, kepercayaan, dan keyakinan agama lain
-     Beriman dan bertakwa

v Yang Berlaku Universal

a.    Asas “Pars Prototo”
รฐ Dalam hal ini dengan melihat sistem pemerintahan oleh Penguasa dalam suatu negara, maka kita bisa tahu sistem Pers yang berlaku di negara tersebut.

b.   Asas “Trial by Press”
รฐ Dalam hal ini Pers tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili seseorang yang dianggap telah melakukan pelanggaran ataupun kejahatan, karena pada hakekatnya itu adalah kewenangan dari aparat penegak hukum. Sehingga Pers tidak diperbolehkan mengintervensi para aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara/sengketa.

c.    Asas “Cover both sides”
รฐ Pers dalam penyampaian informasi (pemberitaan) kepada masyarakat tidak boleh memihak salah satu pihak, dalam artian berita harus berimbang dan adil. Hal ini juga mengacu pada ketentuan pada pasal 5 Kode Etik Jurnalistik.

14 Tahun Reformasi

Sabtu, 26 Mei 2012


14 Tahun Reformasi

14 Tahun Indonesia lalui Reformasi
Namun rentan waktu hanya berjalan setengah hati
Tanpa realisasi…

Reformasi bukan hanya perubahan dari era Friendster menjadi era Twitter
Reformasi bukan hanya era Android ataupun Blackberry
Reformasi bukan hanya perubahan menjadi superhero, cuma ganti kostum
Bukan cuma itu…

Ini adalah upaya menjadi lebih baik
Bukan hanya teknologi tapi juga ideologi
Datang dari hati nurani
Beri bukti bukan sekedar janji…

{Sigit}

ANALISIS dan KOMENTAR tentang kasus "Malpraktek"

Rabu, 09 Mei 2012



Malpraktek adalah suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk, bersifat stigmatis, menyalahkan. Praktek buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum. Tidak hanya profesi medis saja, tetapi juga ditujukan kepada profesi lainnya. Jika ditujukan pada profesi medis, seharusnya juga disebut sebagai “malpraktek medis

A.      Dilihat dari Aspek Unsur-Unsurnya
Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum yang menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Dari pasal tersebut kemudian berkembang aliran luas yang menyatakan bahwa ada 4 unsur “Perbuatan Melawan Hukum” yaitu:
1.    Bertentangan (melanggar) hak orang lain
2.    Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
3.    Bertentangan dengan kesusilaan
4.    Bertentangan dengan kepatutan dalam mempertahankan kepentingan diri atau harta orang lain dalam pergaulan masyarakat.
Ad. 1   Malpraktek bertentangan (melanggar) Hak Subjektif Orang lain
            Perbuatan tersebut dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365, 1366 dan 1367 KUHPerdata. Pasalnya, para tergugat dinilai melakukan Malpraktek yang karena kesalahannya menyebabkan pasiennya menderita kelumpuhan, kebutaan dan pendengarannya terganggu setelah menjalani operasi RS. Hal itu juga melanggar Pasal 360 ayat (1) KUHP.

Ad. 2   Malpraktek bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
Perbuatan tersebut dinilai melanggar hak konsumen. Tindakan para tergugat dinilai bertentangan dengan Pasal 4 huruf (a) UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yang menentukan bahwa, konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Pasal 4 huruf (g) juga mengatur, hak konsumen untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Selain itu juga melanggar ketentuan Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Ad. 3   Malpraktek bertentangan dengan kesusilaan
Perbuatan tersebut dinilai melanggar kesusilaan. Karena menurut saya yang dimaksud kesusilaan di sini adalah segala sesuatu yang tadinya tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi suatu saat dapat dinilai dengan sejumlah uang tertentu. Seperti yang dialami oleh pasien yang menderita kelumpuhan, kebutaan dan pendengarannya terganggu setelah menjalani operasi hernia di RS. Dan kebutaan, bisu, tuli dan kelumpuhan yang diderita pasien tersebut termasuk yang tidak bisa dinilai dengan uang. Tetapi kemudian dapat dimintakan ganti rugi. Kalau saja kebutaan, bisu, tuli dan kelumpuhan sejak awal bisa dinilai dengan uang maka akan banyak orang/dokter yang mengabaikan keselamatan orang lain/pasien, toh kita cukup bayar ganti rugi kemudian perkara selesai. Atau bahkan mungkin yang lebih ekstrim banyak orang yang akan  mengorbankan panca indera mereka hanya demi uang. Dengan alasan kesulitan ekonomi.

Ad. 4   Malpraktek bertentangan dengan dengan kepatutan dalam mempertahankan kepentingan diri atau harta orang lain dalam pergaulan masyarakat.
Yang dimaksud di sini adalah perilaku yang melanggar kepatutan dalam pergaulan hidup dalam memperhatikan kepentingan terhadap diri atau harta orang lain. Hal ini berarti bahwa dalam mengejar dan menyelenggarakan kepentingannya, seseorang tidak boleh bersikap masa bodoh terhadap kemungkinan timbulnya kerugian sebagai akibat perilakunya. Namun hal itu tidak berarti bahwa dalam setiap langkah kita harus menghindari kemungkinan untuk merugikan orang lain. Hal ini juga Nampak pada kasus malpraktek di atas. Seorang dokter seharusnya sudah tahu bahwa perbuatannya pasti akan membawa dampak bagi pasiennya, sehingga secara patut Dokter harus memeriksa setiap detailnya, tanpa terkecuali. Meskipun Dokter hanya manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan, tapi sudah seharusnya dokter lebih berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasiennya.
Menurut saya, malpraktek adalah tidak sama dengan kelalaian. Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi di dalam malpraktek tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (intentional, dolus, opzettelijk) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motifnya (mens rae, guilty mind). Sedangkan arti negligence lebih berintikan ketidaksengajaan (culpa), kurang teliti, kurang hati-hati, acuh, sembrono, sembarangan, tak peduli terhadap kepentingan orang lain. Namun akibat yang timbul memang bukanlah menjadi tujuannya. Seperti dalam kasus malpraktek di atas, Dokter bisa saja tidak menginginkan pasiennya cacat, tetapi bisa juga Dokter tersebut sebenarnya tidak memenuhi kualitasnya sebagai seorang Dokter karena mungkin melakukan pemalsuan terhadap surat tugas atau surat ijin prakteknya.


B.       Dilihat dari Aspek Ganti Rugi
Kasus di atas (malpraktik) yang digugat ganti rugi adalah RS bukanlah dokter yang memeriksa pasien.
Ketika kuasa hukum keluarga korban mengatakan, dirinya terpaksa mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum, dengan total ganti rugi senilai Rp 100 milyar. Kuasa hukum pihak keluarga merasa tersinggung dengan angka yang ditawarkan pihak rumah sakit, apalagi mereka tidak pernah membesuk Pasien. Untuk itu, guna memberikan pendidikan hukum kepada publik pihak keluarga melalui kuasa hukumnya menggugat RS atas dasar “Perbuatan Melawan Hukum” dengan tuntutan ganti rugi senilai Rp 100 milyar. Selain itu dijelaskan pula bahwa kebutaan, bisu, tuli dan kelumpuhan yang diderita pasien tidak bisa dinilai dengan uang.
Sementara itu, di tempat terpisah, pihak RS melalui kuasa hukumnya, membantah tuduhan kuasa hukum keluarga korban jika selama ini pihaknya tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Menurut kuasa hukum RS, pihak RS menyatakan bahwa sudah melakukan pendekatan secara persuasif serta menawarkan santunan 4 atau 6 kali lipat biaya yang dikeluarkan keluarga pasien sebesar Rp 13 juta dan memberikan fisioterapi secara gratis. Jika yang diminta sebesar Rp 100 milyar, itu angka yang fantastis dan ilusioner atau tidak masuk akal. Artinya, RS awalnya sudah menawarkan bargaining sebesar Rp 60 juta-an. Meskipun begitu, pihak RS akan siap melayani gugatan kuasa hukum pasien dan tidak khawatir meski pihak rumah sakit belum menerima salinan gugatan.
Prinsip yang dianut dalam hukum perdata sebagai hukum privat adalah barang siapa yang menimbulkan kerugian kepada orang lain maka ia harus membayar ganti rugi. Dan di dalam penyelesaian sengketa biasanya tuntutan pasien berupa sejumlah ganti rugi atas kelalaian atau kesalahan dari dokter. Sehingga kasus malpraktek di atas sudah memenuhi aspek ganti rugi.

C.      Dilihat dari Aspek Pertanggungjawaban
Pasien menderita kelumpuhan, kebutaan dan pendengarannya terganggu setelah menjalani operasi hernia di RS. Hal itu tentu muncul pertanyaan siapa yang harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita.
Ada 3 model tanggung jawab hukum yaitu sebagai berikut:
1.    Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata.
2.    Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata.
3.    Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana diatur dalam pasal 1367 KUHPerdata.


Berdasarkan 3 model tanggung jawab di atas, maka kasus yang terjadi (malpraktek) dapat dikenakan model 1 (pertama). Alasannya karena dalam suatu proses pemeriksaan dokter kepada pasien sudah barang tentu melakukan sesuatu atas dasar kesengajaan. Hanya saja ada kelalaian yang dilakukan oleh seorang dokter kepada pasien.
Tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi seorang dokter masih dapat dibedakan antara tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan professional, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.434/Men.Kes/SK/X/1993 dan tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang meliputi bidang hukum administrasi, hukum pidana, dan hukum perdata.

D.      Dilihat dari Eksonerasi Klausul
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) di dalam Perjanjian terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Dalam Perjanjian terapeutik (dalam bentuk inspanningverbintenis) yang objek perjanjiannya berupa upaya dokter yeng belum pasti hasilnya, gugatan adanya perbuatan melawan hukum oleh pasien terhadap dokter harus dapat dibuktikan tentang adanya kerugian yang disebabkan dari tidak dipenuhinya kewajiban dalam Perjanjian terapeutik sesuai dengan SPM (Standar Profesi Medis).
Pembuktian oleh pasien pada umumnya akan mengalami kesulitan karena kurangnya informasi yang dapat diperoleh pasien tentang tindakan medis yang telah dilakukan oleh dokter dalam pelaksanaan kewajiban Perjanjian terapeutik.
Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:
a.    Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan
b.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melaksanakannya.
c.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d.   Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Sekelumit tentang "Babad Bumi Pakuwon"

Senin, 16 April 2012


Setelah menimbang-nimbang segala kemungkinan maka rajapun menetapkan tempat perbukitan itu sebagai persinggahan terakhir dengan nama "Bumiayu". Artinya 'bumi atau daerah yang cantik'  karena subur dan strategis.

Sejak itu, mereka sibuk mendirikan permukiman, mengolah lahan menjadi persawahan, membuka jalan, membangun jembatan, irigasi dan menyapa setiap orang yang kebetulan melintasinya. Siapa tahu orang-orang pun bersedia bergabung untuk membangun kemakmuran.

Tidak lama kemudian,tempat itu berkembang menjadi sebuah pemukiman yang ramai sehingga makin gembiralah hati mereka. Kemanapun mereka berpergian untuk bersawah dan berdagang 
selalu menyebut dirinya orang-orang "BUMIAYU". Mereka sudah melupakan asal-usulnya yang jauh dari Jawa Timur. Prabu Kameswara sendiri tidak pernah mengabarkan masa silamnya sebagai seorang raja.  Kehidupan masyarakkat di Bumiayu berjalan alamiah,sederhana,penuh semangat gotong royong atau paguyuban yang segar. Tidak ada jabatan yang tingi-tinggi seperti raja, patih, punggawa, dan sebagainya. Prabu Kameswara pun hanya di kenal sebagai lurah atau sesepuh. Artinya tokoh yang di hormati dan di tuakan. 

Beperapa tahun kemudian , makin berkembanglah Bumiayu sehingga timbul kesadaran orang untuk membangun pemerintahan. Ternyata hal tersebut membangkitkan kembali kenangan Prabu Kameswara terhadap kedudukanya di Negeri Daha yang jauh."Aku punya kenangam pengalaman menjadi raja" apa salahnya diterapkan disini untuk membangun masa depan anak cucuku? akan kubuang kesalahan dan kupupuk kebaikan.
Dengan modal pemikiran itulah Prabu Kameswara berkemas2 membangun pemerintahan,setelah mempertimbangkan dan berfikir matang maka pada suatu saat dia pun berani mengabarkan berdirinya sebuah pemerintahan bernama "DAHA" dengan istana bernama Bumi Pakuwon seperti asal usulnya di Jawa Timur.

Adapun rajanya sendiri bergelar Prabu Silihwangi (bukan siliwangi). Kata silih artinya "berganti" sedangkan "wangi" berarti nama yang harum.Di balik harapan itu terkandung siasat untuk menghilangkan jejak sebagai pelarian dari negeri yang jauh........

Buku tersebut berisikan cerita-cerita rakyat Brebes dari wilayah selatan karya Yudiono KS. Meski dalam cerita tersebut banyak menyoroti Bumiayu, ada satu bab yang membahas Tancep Kayon yang mengupas asal muasal nama Brebes. Dari bab terakhir ini muncul cerita persaingan antara Raja Ciung Wanara yang menguasai Pakuwon Barat dan Jaka Slauk alias Aryo Bangah yang menguasai Pakuwon Timur. Keduanya 
berusaha saling menguasai wilayah yang lain. Kemenangan pun akhirnya berada di tangan Ciung Wanara.

Tidak Pendendam

Meski menang, Ciung ternyata tampil sebagai raja yang sederhana dan tidak pendendam. Ciung tetap merekrut Aryo Bangah dalam pemerintahannya. Dia mendapat wisik dari Mbah Jaka Poleng bahwa dirinya akan mampu menjalankan pemerintahan dengan baik. Tokoh Jaka Poleng disebut 

dalam buku itu saat meninggal tidak ada fisiknya (mekarman). Hingga kini pun tokoh ini masih dianggap ada oleh sebagian besar anggota masyarakat Brebes.

Cerita rakyat (folkor) tersebut boleh di bilang hampir punah bahkan sebagian masyarakat Brebes tidak tahu apa itu "Babad Pakuwon" sebagai upaya melestarikan cerita rakyat yang pernah ada di daerah brebes sudah saatnya teman-teman, sedulur-sedulur kabeh sing ning Brebes, Bumiayu, Linggapura, Tonjong, Balapusuh, Nagarayu, Patuguran dan lain-lain mari lestarikan babad ini agar anak cucu kita tahu akan Sejarah dan tak buta tentang Sejarah.

Lao Tse, orang suci Cina, menyatakan :”Dengan memahami masa lalu, engkau akan menguasai masa depan” (Nasr.1984).
Bung Karno menandaskan "Jangan sekali – kali meninggalkan sejarah" atau yang sering disebut dengan
"JASMERAH". Bahkan beliau tandaskan bahwa : “Karena dari mempelajari sejarah orang bisa menemukan hukum, hukum yang menguasai kehidupan manusia.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Wonk Talok - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger