Pengantar
Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam
rangka mewujudkan sebagai negara hukum, negara Indonesia berupaya untuk
melakukan penegakkan hukum. Masalah demi masalah di bidang hukum yang marak
terjadi belakangan ini, menunjukkan bahwa ternyata tidak mudah untuk menegakkan
hukum. Sebagai contoh di bidang Hukum Pidana, eksistensi Sistem Peradilan Pidana
mulai dipertanyakan. Karena ironis hampir seluruh tindak kejahatan yang
ditangani oleh Sistem Peradilan Pidana Indonesia selalu berakhir di penjara.
Padahal penjara bukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah-masalah
kejahatan, khususnya tindak kejahatan di mana “kerusakan” yang ditimbulkan oleh
tindak kejahatan tersebut masih bisa di restorasi sehingga kondisi yang telah “rusak” dapat dikembalikan menuju
keadaan semula, di mana dalam keadilan restoratif mi dimungkinkan adanya
penghilangan stigma dari individu pelaku.
Untuk menyikapi masalah tersebut, para ahli Hukum
Pidana beranggapan bahwa ada suatu saat ketika tindak kejahatan dapat direstorasi
kembali. Pemikiran akan paradigma penghukuman ini dikenal sebagai restorative justice, di mana pelaku
kejahatan didorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya kepada
korban, keluarganya dan juga masyarakat. Berkaitan dengan kejahatan yang
kerusakannya masih bisa diperbaiki, pada dasarnya masyarakat menginginkan agar
bagi pelaku diberikan “pelayanan” yang bersifat rehabilitatif. Masyarakat
mengharapkan para pelaku kejahatan akan menjadi lebih baik dibanding sebelum
mereka masuk ke dalam institusi penjara, inilah yang dimaksud proses
rehabilitasi. Untuk itulah peran Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan.
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS)
adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik
pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah LAPAS, di Indonesia tempat
tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit
Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga
Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada
dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim.
Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di
lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu
lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali
digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan
bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas
yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke
dalam masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni LAPAS di Indonesia mencapai
97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang.
Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.
Salah satu dari sekian LAPAS yang ada di
Indonesia, terselip nama LAPAS yang terkenal yaitu LAPAS Nusakambangan. Istilah
"LAPAS Nusakambangan" sebenarnya adalah sebuah kerancuan dalam
pengertian khalayak ramai. Karena secara fakta tidak satupun nama LAPAS yang
ada di Pulau Nusakambangan yang bernama demikian, karena Nusakambangan hanyalah
nama sebuah pulau di selatan Cilacap, Jawa Tengah.
“Nusakambangan” adalah nama sebuah pulau di Jawa
Tengah yang lebih dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) berkeamanan tinggi (Super
Maximum Security / SMS) di Indonesia. Secara geografis pulau ini terletak
7.30' Lintang Selatan - 7.35' Lintang Selatan dan 108.53' Bujur Timur - 109.3'
Bujur Timur, dengan panjang pulau ± 36 KM dan lebar ± 5 KM, sehingga Luas Pulau
Nusakambangan ± 121 KM2. Terletak diantara Pulau Jawa dengan Pulau
Nusakambangan dipisahkan oleh Segara Anakan. Pulau ini masuk dalam wilayah
administratif Kabupaten Cilacap dan tercatat dalam daftar pulau terluar
Indonesia.
Selain terkenal sebagai LAPAS yang menerapkan Super Maximum Security, ternyata sering juga digunakan sebagai tempat
latihan militer, seperti Kopasus (Komando Pasukan Khusus). Hal ini terbukti
dengan keberadaan sebuah Tugu Kopasus beserta simbol Pisau khas Kopasus
berukuran raksasa yang tertancap di batu yang terletak di pantai Permisan, Pulai
Nusakambangan. Dan pada tahun 1996 terjadi kesepakatan antara Departemen
Kehakiman dengan Departemen Pariwisata untuk membuka Pulau Nusakambangan untuk
keperluan pariwisata. Untuk menuju ke Pulau Nusa Kambangan para pengunjung
hanya dikenakan biaya kurang lebih Rp 30.000, yaitu untuk transportasi dan
retribusi bagi Provinsi Jawa Tengah, Pemkab Cilacap, dan Departemen Kehakiman
(retribusi LAPAS).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka
kami Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang
mengambil Mata Kuliah Pilihan Penologi bersama dengan Dosen Pengampu yaitu
Bapak Dr. Budiono, S.H, M,H berkeinginan untuk mengetahui kondisi riil proses
dinamika kepenjaraan / pemasyarakatan yang ada di negara Indonesia, tepatnya di
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Nusakambangan.
Sekelumit Cerita
Hari itu, tepatnya hari Senin tanggal 30 Desember
2013, kami sekumpulan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
(Unsoed) pengambil mata kuliah Penologi bersama dengan dosen pengampu mata
kuliah ini, Dr. Budiono, S.H, M.H mengadakan kunjungan belajar (Study Trip) ke Pulau Nusakambangan. Rencana
kunjungan ini sebenarnya sudah diniatkan jauh-jauh hari, namun karena berbagai
kendala agenda ini sempat mundur dari jadwal keberangkatan semula, namun
akhirnya dapat direalisasikan.
Agenda ini merupakan salah satu unsur tugas
terstruktur mata kuliah pilihan Penologi. Oleh karena itu setiap mahasiswa yang
mengambil mata kuliah ini diwajibkan untuk turut serta. Meskipun begitu, kami
mahasiswa tidak hanya memandang ini sebuah Study, tetapi juga liburan akhir
tahun. Dengan hanya membayar kontribusi sebesar Rp. 70.000,- kami sudah bisa
berlibur dan belajar di Pulau Nusakambangan, tempat para Narapidana dipenjara.
Senin pagi, tepatnya pukul 06.00 WIB, kami diwajibkan
untuk berkumpul di kampus, dengan rencana keberangkatan adalah pukul 06.30 WIB.
Waktu berlalu dan kami saling menunggu. Menunggu bus yang akan kami tunggangi
menuju objek study trip dan menunggu
kawan-kawan kami yang belum juga datang meski bus sudah tiba di kampus. Baru
selang setengah jam dari jadwal keberangkatan, semuanya sudah lengkap dan
perjalanan siap dimulai.
Perjalanan yang cukup lama dan melelahkan
sepertinya. Entah mengapa, karena terlalu pagi atau kondisi lelah baru selang
beberapa menit bus melaju, tidak sedikit yang mulai kelelahan dan mengantuk.
Mungkin kurang tidur semalam, karena tidak sabar untuk segera ke Nusakambangan.
Selang sekitar 2 (dua) jam, bus berhenti. Yang
tertidur sontak terbangun. Ternyata kami sudah sampai di Cilacap. Tepatnya di
Pelabuhan Sodong, Cilacap. Kami lantas turun dari bus dan bersiap menunggu
perahu motor pengangkut penumpang untuk menyeberang ke Pulau Nusakambangan. Dan
hanya memakan waktu 10 (sepuluh) menit, kami sampai di Pelabuhan Wijayapura, Pulau
Nusakambangan. Sesampainya di Pelabuhan, rombongan kami langsung dijemput oleh
bus dari LAPAS yang biasanya mengantar para tamu yang akan mengunjungi LAPAS
yang ada di Pulau Nusakambangan.
Berikut ini akan dijelaskan hasil studi yang bisa
diperoleh selama kunjungan ke LAPAS yang di Pulau Nusakambangan :
A. Sejarah Lahirnya LAPAS di Pulau Nusakambangan
Tahun 1861 : Awal masuknya orang-orang yang terkena hukuman, yang dikirim ke Nusakambangan, ditempatkan dibarak dari kayu/bambu untuk membuka perkebunan karet.
Tahun 1862 : Penduduk asli Nusakambangan dievakuasi ke kampung Laut, Jojok dan Cilacap.
Tahun 1908 : Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu menetapkan Nusakambangan sebagai poelaoe boei / bijzinderstraf gevangenis.
Tahun 1912 : Ordonansi Staatblad Nomor 25 Tahun 1912 pemerintah Hindia Belanda menetapkan Nusakambangan sebagai pulau penjara.
Tahun 1937 : Terbit Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 32 tanggal 8 Juli 1937 yang mengatur secara hukum Pulau Nusakambangan adalah milik departemen van justitie.
Tahun 1962 : Terbit Surat Keputuan Kepala Jawatan Kepenjaraan yang mengeluarkan ketentuan mengenai narapidana yang di-kirim ke Pulau Nusakambangan narapidana harus diseleksi kemampuan dan ketrampilan dengan sisa pidana paling lama 5 tahun atau paling sedikit 1 tahun serta berkelakuan baik untuk merawat dan menyadap karet.
Tahun 1974 : Terbit Keputusan Presiden No. 34 tahun 1974 yang menetapkan Pulau Nusakambangan sebagai pulau terbuka untuk penelitian dan pengembangan potensi sumber daya alam.
Tahun 1983 : Terbit Surat Keputusan Menteri Kehakiman yang meng-intruksikan Nusakambangn sebagai tempat pembinaan bagi narapidana yang sulit dibina di LAPAS-LAPAS luar Nusakambangan.
Tahun 1985 : Terbit Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M-01-PR.07.03 tahun 1985 - 5 ( lima ) LAPAS yang kondisi bangunan kurang memadai yaitu : LAPAS Karang Tengah, LAPAS Gliger, LAPAS Limus Buntu, LAPAS Nirbaya dan LAPAS Karang Anyar.
Tahun 1995 : Terbit Surat Keptusan Menteri Kehakiman tanggal 24 april 1995 no. M-01-um.o1.06 – 17 tentang pemanfaatan Pulau Nusakambangan sebagai obyek dan daya tarik wisata.
B.
Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS) Di Nusakambangan
Ada 9 (sembilan) LAPAS yang dibangun di pulau, 4
(empat) diantaranya masih digunakan :
1.
LAPAS Permisan, dibangun pada tahun 1908,
2.
LAPAS Batu, dibangun pada tahun 1925,
3.
LAPAS Besi, dibangun pada tahun 1928,
4.
LAPAS Kembang Kuning, dibangun pada tahun 1950.
Ada juga 5 (lima) LAPAS tidak aktif:
1.
LAPAS Nirbaya, dibangun pada tahun 1912,
2.
LAPAS Karanganyar, dibangun pada tahun 1912,
3.
LAPAS Karangtengah, dibangun pada tahun 1928,
4.
LAPAS Gliger, dibangun pada tahun 1929,
5.
LAPAS Limusbuntu, dibangun pada tahun 1935.
Semua ini dibangun oleh Belanda, kecuali LAPAS
Kembang Kuning, yang dibangun setelah kemerdekaan. Dari jumlah tersebut,
Penjara Batu (secara harfiah berarti "penjara batu") dianggap yang
paling terkenal.
Ada juga 3 (tiga) LAPAS baru yang dibangun
setelah tahun 2000, yaitu;
1.
LAPAS Terbuka, beroperasi tahun 2003
2.
LAPAS Narkotika / Gladagan, dibangun pada tahun
2004 beroperasi tahun 2008
3.
LAPAS Pasir Putih / SMS (Super Maximum Security), beroperasi tahun 2004
Ada 7 (tujuh) LAPAS di Pulau Nusakambangan yang
hingga saat ini masih aktif digunakan. Ke-7 LAPAS tersebut yaitu LAPAS Terbuka,
LAPAS Batu, LAPAS Besi, LAPAS Kembang Kuning, LAPAS Narkotika, LAPAS Permisan
dan LAPAS Pasir Putih. Dari 7 (tujuh) LAPAS yang ada tersebut, sayangnya kami
hanya bisa berkesempatan mengunjungi 3 (tiga) LAPAS yaitu LAPAS Kelas I Batu
Nusakambangan, LAPAS Kelas II A Pasir Putih dan LAPAS Terbuka.
Berikut ini hasil yang diperoleh saat mengunjungi
LAPAS tersebut di atas :
1. LAPAS Kelas I Batu Nusakambangan
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) yang pertama kami kunjungi adalah
LAPAS Klas I Batu Nusakambangan. LAPAS ini dibangun pada tahun 1925, dan
terakhir direnovasi pada tahun 2008 silam. Kapasitas hunian pada saat pertama
dibangun adalah 400 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), namun pada saat ini
kapasitasnya adalah 223 WBP. Di LAPAS Batu ini terdiri dari 35 kamar yang
terbagi ke dalam 4 (empat) blok, yaitu Blok Barat terdapat 6 kamar, Blok Utara
tterdapat 8 kamar, Blok Timur terdapat 6 kamar dan Blok Sel / Mapenaling
terdapat 15 kamar.
Jumlah Pegawai yang bekerja di LAPAS Batu ini sejumlah 98 orang,
terdiri dari 91 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Dari 98 orang tersebut 1
orang menjadi Kalapas, 24 orang menjadi Pegawai Tata Usaha, 14 orang bertugas
pada Pembinaan, 8 orang bertugas pada Kegiatan Kerja, 6 orang sebagai
Administrasi Keamanan dan Ketertiban (Kambtib) dan 45 orang bertugas di KPLP.
Berdasarkan tingkat pendidikan dari para pegawai mayoritas adalah lulusan SLTA,
yaitu sejumlah 55 orang. Sisanya 37 orang dari S 1, 4 orang dari S 2 serta dari
SD dan D 3 masing-masing 1 orang.
Berikut ini tabel keadaan isi LAPAS Kelas I Batu Nusakambangan per
30 Desember 2013 :
Katagori Jenis Hukuman Penjara
|
WBP / Orang
|
Terpidana Mati
|
23
|
Terpidana Seumur Hidup
|
61
|
Narapidana B I (penjara di atas 1 tahun)
|
298
|
Narapidana B II A (penjara sampai dengan 1
tahun)
|
-
|
Narapidana B III S (kurungan pengganti denda)
|
-
|
Jumlah Total
|
382
|
Sumber : Data Statistik LAPAS Kelas I Batu
Nusakambangan
LAPAS ini merupakan salah satu diantara 7 (tujuh) LAPAS di Pulau
Nusakambangan yang dianggap sering paling sering kedapatan narapidana-nya
kabur. Baru-baru ini saja ada 2 (orang) narapidana yang kabur. Namun beruntung
keduanya berhasil ditangkap kembali.
Kepala LAPAS (Kalapas) Klas I Batu Nusakambangan sejak tanggal 14
September 2013, Bapak Drs. Liberti Sitinjak, M.M, M.Si., dalam kesempat-annya
banyak bercerita pada saat acara penyambutan kunjungan kami. Beliau berpesan
bahwa menjadi Kalapas adalah hal yang tidak mudah. Banyak godaan yang sangat
menggiurkan yang ditawarkan oleh para narapidana yang ada. Mulai dari godaan
uang, fasilitas ke luar negeri hingga godaan gratifikasi wanita. Beliau juga
berpesan kepada kami sebagai mahasiswa, agar tetap memper-tahankan idealismenya
bukan hanya ketika menjadi mahasiswa, tetapi juga kelak ketika terjun langsung
dalam birokrasi pemerintahan. Jangan mudah mengikuti arus, karena ketika arus
itu justru membawa kita pada jurang kehancuran maka kita harus melawan arus
tersebut.
2. LAPAS Kelas II A Pasir Putih
LAPAS ini adalah tempat kedua yang kami kunjungi. LAPAS ini mulai beroperasi
pada tahun 2007 dan konon merupakan LAPAS dengan tingkatan Super Maximum Security. Pengamanan ekstra ketat mulai dari pintu
masuk LAPAS sampai dengan di dalam LAPAS. Struktur bangunan LAPAS ini hampir
sama dengan LAPAS lain, kecuali LAPAS Terbuka. Hanya saja bangunan LAPAS ini
dibuat dengan 3 (tga) tembok berlapis beton dan pagar kawat berduri yang
tinngi, sehingga kecil kemungkinan ada narapidana yang masuk maupun keluar dari
gedung LAPAS ini.
LAPAS ini kebanyakan diisi oleh para narapidana dengan ancaman
pidana yang berat, kebanyakan dari mereka hukuman mati atau seumur hidup.
Namun, meskipun terkesan angker dan menyeramkan, karena LAPAS ini berisi
narapidana kelas berat namun rasa takut itu sedikit berkurang. Karena ketika
kami masuk ke dala LAPAS ini, kami langsung disambut ramah oleh para pegawai LAPAS
dan sebagian narapidana yang sedang berlatih musik di ruang aula LAPAS.
Sekumpulan narapidana itu salah satunya adalah terpidana kasus narkotika. Meski
belum kenal, mereka dengan roman bahagia dengan semangatnya mempersembahkan
kepada kami beberapa penggal lagu dari 4 album yang berhasil mereka buat. Kami pun terbawa suasana senang sekaligus
haru. Seorang terpidana mati yang mestinya kita hibur dan diberikan semangat
malah justru ia sendiri yang memberikan kita semangat untuk menghargai hidup.
3. LAPAS Terbuka
Di LAPAS ini kami tidak sempat masuk ke dalam, karena waktu itu
kondisi sedang hujan deras dan kondisi kawan-kawan kami yang terlihat
kelelahan. Disamping juga indikator bensin bus yang tersisa sudah tidak bisa
lagi melanjutkan perjalanan. Otomatis kami hanya berhenti di luar gapura pintu
masuk LAPAS Terbuka. Dari luar nampak bahwa struktur bangunan LAPAS ini sangat
jauh berbeda dengan LAPAS yang lain. Lebih pada semacam perumahan biasa, tidak
ada tembok beton yang tinggi, kawat berduri, dan pengawalan seketat LAPAS yang
lain.
Tingkat pengamanannya pun lebih pada Minimum Security. Karena di LAPAS Terbuka ini kebanyakan hanya
terdapat narapidana yang sedang melalui masa asimilasi, yang 1-4 bulan lagi
akan menghirup udara kebebasan.
C.
Tahap-Tahap
Pembinaan oleh LAPAS di Pulau Nusakambangan
Dari 7 (tujuh) LAPAS yang berada di Pulau
Nusakambangan pada dasarnya mempunyai kesamaan dalam upaya pembinaan terhadap
para Warga Binaan Pemasyarakatan / Narapidana yang terdapat di masing-masing LAPAS.
Tahapan pembinaan tersebut bisa dirinci sebagai berikut :
1.
Tahap Awal ( 0 - 1/3 Masa Pidana)
a.
Persiapan Program
Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian.
b.
Mapenaling / Admissie Orientasi ( masa
pengamatan dan pengenalan lingkungan )
-
Peraturan dan Ketentuan.
-
Hak dan Kewajiban.
-
Program dan Kegiatan.
-
Interaksi Sosial Petugas
dan WBP.
-
Pengamanan : Maximum Security.
2.
Tahap Lanjutan ( 1/3 - 1/2 Masa Pidana)
a.
Pelaksanaan Program Pembinaan Kepribadian dan Kemandirian.
(1) Bimbingan Kepribadian
-
Bimbingan Agama
-
Bimbingan Olahraga
-
Bimbingan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
-
Bimbingan Generasi Muda
-
Penyuluhan Hukum
-
Perpustakaan / TBM
-
PKBM
(2 Bimbingan Kemandirian
- Bimbingan Keterampilan : Pertukangan Kayu,
Pertukangan Batu, Otomotif, Batu Akik, Hidropinik serta Tanaman Hias.
- Budidaya : Perikanan, Pertanian, Peternakan serta
Perkebunan Karet dan Kelapa.
b.
Pengamanan : Medium Security.
3.
Tahap Asimilasi ( 1/2 - 2/3 Masa Pidana)
-
Lingkungan Terbatas (dengan pengawalan)
-
Lingkungan Luas (dengan pengawasan)
-
Ditempatkan pada LAPAS Terbuka
-
Pengamanan : Minimum
Security.
4.
Tahap Akhir (2/3 – Bebas)
a.
Integrasi
-
Pembebasan Bersyarat (PB)
-
Cuti Menjelang Bebas (CMB)
-
Cuti Bersyarat (CB)
b. Bimbingan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS)