Malpraktek
adalah suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk, bersifat stigmatis,
menyalahkan. Praktek buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam
arti umum. Tidak hanya profesi medis saja, tetapi juga ditujukan kepada profesi
lainnya. Jika ditujukan pada profesi medis, seharusnya juga disebut sebagai “malpraktek medis”
A.
Dilihat dari Aspek Unsur-Unsurnya
Pasal
1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum yang menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Dari
pasal tersebut kemudian berkembang aliran luas yang menyatakan bahwa ada 4
unsur “Perbuatan Melawan Hukum” yaitu:
1.
Bertentangan
(melanggar) hak orang lain
2.
Bertentangan
dengan kewajiban hukum si pelaku
3.
Bertentangan
dengan kesusilaan
4.
Bertentangan
dengan kepatutan dalam mempertahankan kepentingan diri atau harta orang lain
dalam pergaulan masyarakat.
Ad. 1 Malpraktek
bertentangan (melanggar) Hak Subjektif Orang lain
Perbuatan
tersebut dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal
1365, 1366 dan 1367 KUHPerdata. Pasalnya, para tergugat dinilai melakukan Malpraktek
yang karena kesalahannya menyebabkan pasiennya menderita kelumpuhan, kebutaan
dan pendengarannya terganggu setelah menjalani operasi RS. Hal itu juga melanggar
Pasal 360 ayat (1) KUHP.
Ad. 2 Malpraktek
bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
Perbuatan
tersebut dinilai melanggar hak konsumen. Tindakan para tergugat dinilai
bertentangan dengan Pasal 4 huruf (a) UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999
yang menentukan bahwa, konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Pasal 4 huruf (g) juga
mengatur, hak konsumen untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif. Selain itu juga melanggar ketentuan Undang-Undang No
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Ad. 3 Malpraktek
bertentangan dengan kesusilaan
Perbuatan
tersebut dinilai melanggar kesusilaan. Karena menurut saya yang dimaksud
kesusilaan di sini adalah segala sesuatu yang tadinya tidak dapat dinilai
dengan uang, tetapi suatu saat dapat dinilai dengan sejumlah uang tertentu. Seperti
yang dialami oleh pasien yang menderita kelumpuhan, kebutaan dan pendengarannya
terganggu setelah menjalani operasi hernia di RS. Dan kebutaan, bisu, tuli dan
kelumpuhan yang diderita pasien tersebut termasuk yang tidak bisa dinilai
dengan uang. Tetapi kemudian dapat dimintakan ganti rugi. Kalau saja kebutaan,
bisu, tuli dan kelumpuhan sejak awal bisa dinilai dengan uang maka akan banyak
orang/dokter yang mengabaikan keselamatan orang lain/pasien, toh kita cukup bayar
ganti rugi kemudian perkara selesai. Atau bahkan mungkin yang lebih ekstrim
banyak orang yang akan mengorbankan
panca indera mereka hanya demi uang. Dengan alasan kesulitan ekonomi.
Ad. 4 Malpraktek
bertentangan dengan dengan kepatutan dalam mempertahankan kepentingan diri atau
harta orang lain dalam pergaulan masyarakat.
Yang
dimaksud di sini adalah perilaku yang melanggar kepatutan dalam pergaulan hidup
dalam memperhatikan kepentingan terhadap diri atau harta orang lain. Hal ini
berarti bahwa dalam mengejar dan menyelenggarakan kepentingannya, seseorang
tidak boleh bersikap masa bodoh terhadap kemungkinan timbulnya kerugian sebagai
akibat perilakunya. Namun hal itu tidak berarti bahwa dalam setiap langkah kita
harus menghindari kemungkinan untuk merugikan orang lain. Hal ini juga Nampak
pada kasus malpraktek di atas. Seorang dokter seharusnya sudah tahu bahwa
perbuatannya pasti akan membawa dampak bagi pasiennya, sehingga secara patut
Dokter harus memeriksa setiap detailnya, tanpa terkecuali. Meskipun Dokter
hanya manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan, tapi sudah seharusnya
dokter lebih berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasiennya.
Menurut
saya, malpraktek adalah tidak sama dengan kelalaian. Kelalaian memang termasuk
dalam arti malpraktik, tetapi di dalam malpraktek tidak selalu harus terdapat
unsur kelalaian. Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek pun
mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (intentional, dolus, opzettelijk) dan melanggar undang-undang. Di
dalam arti kesengajaan tersirat adanya motifnya (mens rae, guilty mind). Sedangkan arti negligence lebih berintikan ketidaksengajaan (culpa), kurang teliti, kurang hati-hati, acuh, sembrono,
sembarangan, tak peduli terhadap kepentingan orang lain. Namun akibat yang
timbul memang bukanlah menjadi tujuannya. Seperti dalam kasus malpraktek di
atas, Dokter bisa saja tidak menginginkan pasiennya cacat, tetapi bisa juga
Dokter tersebut sebenarnya tidak memenuhi kualitasnya sebagai seorang Dokter
karena mungkin melakukan pemalsuan terhadap surat tugas atau surat ijin
prakteknya.
B.
Dilihat dari Aspek Ganti Rugi
Kasus
di atas (malpraktik) yang digugat ganti rugi adalah RS bukanlah dokter yang
memeriksa pasien.
Ketika
kuasa hukum keluarga korban mengatakan, dirinya terpaksa mengajukan gugatan atas
dasar perbuatan melawan hukum, dengan total ganti rugi senilai Rp 100 milyar. Kuasa
hukum pihak keluarga merasa tersinggung dengan angka yang ditawarkan pihak
rumah sakit, apalagi mereka tidak pernah membesuk Pasien. Untuk itu, guna
memberikan pendidikan hukum kepada publik pihak keluarga melalui kuasa hukumnya
menggugat RS atas dasar “Perbuatan Melawan Hukum” dengan tuntutan ganti rugi
senilai Rp 100 milyar. Selain itu dijelaskan pula bahwa kebutaan, bisu, tuli dan
kelumpuhan yang diderita pasien tidak bisa dinilai dengan uang.
Sementara
itu, di tempat terpisah, pihak RS melalui kuasa hukumnya, membantah tuduhan
kuasa hukum keluarga korban jika selama ini pihaknya tidak ada itikad baik
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Menurut kuasa hukum RS, pihak RS
menyatakan bahwa sudah melakukan pendekatan secara persuasif serta menawarkan
santunan 4 atau 6 kali lipat biaya yang dikeluarkan keluarga pasien sebesar Rp
13 juta dan memberikan fisioterapi secara gratis. Jika yang diminta sebesar Rp
100 milyar, itu angka yang fantastis dan ilusioner atau tidak masuk akal. Artinya,
RS awalnya sudah menawarkan bargaining sebesar Rp 60 juta-an. Meskipun begitu,
pihak RS akan siap melayani gugatan kuasa hukum pasien dan tidak khawatir meski
pihak rumah sakit belum menerima salinan gugatan.
Prinsip
yang dianut dalam hukum perdata sebagai hukum privat adalah barang siapa yang
menimbulkan kerugian kepada orang lain maka ia harus membayar ganti rugi. Dan
di dalam penyelesaian sengketa biasanya tuntutan pasien berupa sejumlah ganti
rugi atas kelalaian atau kesalahan dari dokter. Sehingga kasus malpraktek di
atas sudah memenuhi aspek ganti rugi.
C.
Dilihat dari Aspek Pertanggungjawaban
Pasien
menderita kelumpuhan, kebutaan dan pendengarannya terganggu setelah menjalani
operasi hernia di RS. Hal itu tentu muncul pertanyaan siapa yang harus
bertanggungjawab atas kerugian yang diderita.
Ada
3 model tanggung jawab hukum yaitu sebagai berikut:
1.
Tanggung jawab
dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana diatur dalam
pasal 1365 KUHPerdata.
2.
Tanggung jawab
dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana diatur dalam pasal 1366
KUHPerdata.
3.
Tanggung jawab
mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana diatur dalam pasal 1367 KUHPerdata.
Berdasarkan
3 model tanggung jawab di atas, maka kasus yang terjadi (malpraktek) dapat
dikenakan model 1 (pertama).
Alasannya karena dalam suatu proses pemeriksaan dokter kepada pasien sudah
barang tentu melakukan sesuatu atas dasar kesengajaan. Hanya saja ada kelalaian
yang dilakukan oleh seorang dokter kepada pasien.
Tanggung
jawab hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi seorang dokter masih dapat
dibedakan antara tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan professional,
yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.434/Men.Kes/SK/X/1993 dan
tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang meliputi bidang hukum
administrasi, hukum pidana, dan hukum perdata.
D.
Dilihat dari Eksonerasi Klausul
Malpraktek
perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi
perjanjian (wanprestasi) di dalam Perjanjian
terapeutik
oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad),
sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Dalam
Perjanjian terapeutik (dalam bentuk inspanningverbintenis) yang objek
perjanjiannya berupa upaya dokter yeng belum pasti hasilnya, gugatan adanya perbuatan
melawan hukum oleh pasien terhadap dokter harus dapat dibuktikan tentang adanya
kerugian yang disebabkan dari tidak dipenuhinya kewajiban dalam Perjanjian terapeutik sesuai dengan SPM (Standar Profesi Medis).
Pembuktian
oleh pasien pada umumnya akan mengalami kesulitan karena kurangnya informasi
yang dapat diperoleh pasien tentang tindakan medis yang telah dilakukan oleh
dokter dalam pelaksanaan kewajiban Perjanjian
terapeutik.
Adapun
isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:
a.
Tidak melakukan
apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan
b.
Melakukan apa
yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melaksanakannya.
c.
Melakukan apa
yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam
pelaksanaan dan hasilnya.
d.
Melakukan apa
yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.